DISETRAP

Pusat Informasi Hukum

Contempt Of Court Oleh Polisi

Yogyakarta, 5 Oktober 2025 – Advokat Tim Alumni UGM Gugat Jokowi (AKUWI) kembali menyoroti ketidakhadiran pihak kepolisian dalam sidang Citizen Lawsuit (CLS) terkait gugatan keaslian ijazah Joko Widodo di Pengadilan Negeri Surakarta. Dalam Pertemuan Advokat TIM AKUWI yang digelar di Yogyakarta, bersama advokat senior Wirawan Adnan (Mas Iwang), Akuwi menegaskan bahwa ketidakhadiran polisi dapat dikategorikan sebagai Contempt of Court (penghinaan terhadap pengadilan) dan Obstruction of Justice (penghalangan proses peradilan).

Dalam Diskusinya, Dr. Taufiq dan Mas Iwang, yang juga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) kelas internasional, menjelaskan bahwa Contempt of Court bukan hanya sekadar penghinaan terhadap hakim, tetapi lebih luas mencakup ketidakpatuhan terhadap proses peradilan. “Jika seseorang tidak mematuhi putusan pengadilan, seperti tidak membayar ganti rugi yang telah ditetapkan, itu sudah termasuk Contempt of Court” ujarnya. Ia juga menyebutkan bahwa dalam KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023, Pasal 221 dan 282) yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026, tindakan menghalangi proses peradilan, baik pidana maupun perdata, dapat dikenakan pasal tersebut.

Menurut Mas Iwang, ketidakhadiran pihak kepolisian dalam sidang CLS pada 30 September lalu, yang menyebabkan penundaan hingga 14 Oktober, dapat dianggap sebagai tindakan yang menghalangi proses peradilan (Obstruction of Justice). “Polisi sering memanggil rakyat dengan ancaman penjemputan paksa, tetapi ketika dipanggil pengadilan, mereka tidak hadir. Ini ironis dan bisa dikategorikan sebagai penghinaan terhadap pengadilan,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa tindakan ini juga dapat menjadi dasar gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 atau 1372 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum.

Advokat tim AKUWI, Andika, yang juga lulusan Universitas Islam Indonesia (UII), menyatakan kekecewaannya terhadap sikap kepolisian yang tidak merespons panggilan pengadilan meskipun telah dipanggil secara sah. “Kepolisian memiliki Biro Hukum, seharusnya mereka bisa mengirim surat atau wakil untuk menghormati proses peradilan. Ini menunjukkan kurangnya progresivitas hukum di Indonesia,” ungkap Andika.

Diskusi ini juga menyinggung kasus lain, seperti ketidakeksekusian putusan terhadap Sylvester Matutina, yang dianggap sebagai contoh Obstruction of Justice oleh kejaksaan. Tim AKUWI menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan secara setara (equality before the law), baik terhadap masyarakat maupun institusi negara seperti kepolisian. Mereka juga mengusulkan bahwa kepolisian sebagai institusi dapat digugat sebagai korporasi berdasarkan Pasal 1365 BW jika terbukti menghambat proses peradilan.

Tim AKUWI berencana mengajukan gugatan khusus terhadap kepolisian jika hingga sidang berikutnya pada 14 Oktober kepolisian tetap tidak hadir. “Kami sudah menyiapkan langkah hukum yang menohok. Jika ingin perubahan, datanglah ke pengadilan dan dukung proses ini,” ujar Dr. Taufik, menutup diskusi dengan seruan “Salam Akal Waras.”

Diskusi yang live di kanal youtube bernama “Salam Akal Waras Channel” ini menggarisbawahi pentingnya supremasi hukum dan perlunya reformasi kepolisian agar lebih akuntabel terhadap proses peradilan. Tim AKWI juga mengajak masyarakat untuk terus mengawal gugatan CLS ini demi menegakkan keadilan dan kepastian hukum di Indonesia

Tinggalkan Komentar