
Pati, 13 Oktober 2025 — Sebuah langkah hukum yang tak biasa mengguncang ranah hukum Indonesia. Kini Rekowarno, seorang notaris dari Pati, Jawa Tengah, mengajukan gugatan uji materiil (judicial review) ke Mahkamah Agung terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Gugatan ini berpotensi mengubah wajah administrasi pertanahan di Indonesia dan memberikan dampak luas bagi masyarakat.
Melalui kuasa hukumnya, Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., dari MT&P Law Firm, Kini Rekowarno menyoroti sejumlah pasal dalam PP tersebut yang dianggap bermasalah dan bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Pasal-pasal yang digugat, yakni Pasal 18, Pasal 59, dan Pasal 60, dinilai menciptakan beban baru yang tidak sah bagi notaris dan merugikan masyarakat.
Poin-Poin Keberatan Gugatan
Menurut tim kuasa hukum, inti gugatan ini adalah ketidaksesuaian aturan dalam PP tersebut dengan prinsip hukum yang berlaku. Beberapa keberatan utama meliputi:
- Pemberlakuan beban baru yang tidak pernah diamanatkan oleh undang-undang, sehingga dianggap melampaui kewenangan (ultra vires).
- Kewajiban pembayaran BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) sebelum akta ditandatangani, padahal akta harus dibuat dan ditandatangani dalam satu rangkaian utuh yang tidak terpisahkan.
- Hilangnya kepastian hukum, karena notaris tidak dapat menjamin tanggal pasti akta jika pajak belum dibayar.
- Ancaman sanksi administratif sebesar Rp10 juta per pelanggaran, yang dianggap merugikan dan tidak memiliki dasar hukum kuat.
“Aturan ini jelas memberatkan notaris, bahkan menabrak prinsip hukum yang sudah ada,” ujar Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. “Jika dipaksakan, bukan hanya notaris yang dirugikan, tetapi juga masyarakat luas yang mencari kepastian hukum dalam transaksi tanah dan bangunan.”
Proses Pendaftaran yang Panjang
Pendaftaran gugatan Permohonan Hak Uji Materiil ini dilakukan pada tanggal 4 September 2025. Namun, tim kuasa hukum baru menerima surat penerimaan dan registrasi berkas pada 13 Oktober 2025, waktu yang terbilang cukup lama. Akhirnya, perkara ini resmi terdaftar dengan nomor perkara 47 P/HUM/2025 di Mahkamah Agung.
Tuntutan dan Harapan
Dalam gugatannya, Kini Rekowarno meminta Mahkamah Agung untuk membatalkan pasal-pasal bermasalah tersebut dan menyatakan bahwa pasal-pasal itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Langkah ini diambil untuk melindungi fungsi akta otentik dan menjaga kepastian hukum bagi masyarakat.
Jika aturan ini tidak segera diperbaiki akan menimbulkan sejumlah risiko besar, antara lain:
- Proses administrasi pertanahan akan terhambat, menciptakan birokrasi yang lebih rumit.
- Memicu praktik pemunduran tanggal akta (postdate) yang ilegal, merusak integritas sistem hukum.
- Menghilangkan kepastian hukum dalam transaksi vital seperti jual-beli tanah dan bangunan.
- Melemahkan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna di mata hukum.
“Kami percaya Mahkamah Agung akan menegakkan prinsip keadilan dan kepastian hukum. Aturan yang lahir dari peraturan pemerintah tidak boleh melampaui undang-undang,” tegas Dr. Muhammad Taufiq, menggarisbawahi harapannya pada lembaga peradilan tertinggi di Indonesia
Gugatan ini menjadi tonggak penting, menunjukkan bahwa masyarakat, melalui para profesional hukum, semakin berani mengoreksi kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sejalan dengan semangat undang-undang. Langkah Kini Rekowarno tidak hanya menjadi perjuangan untuk kepentingan notaris, tetapi juga demi kepastian hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia yang bergantung pada transaksi pertanahan yang adil dan transparan
Tinggalkan Komentar