Pengamat Hukum: Pilkada Solo Antiklimaks, Sudah Selesai. Tidak Ada Etika Berpolitik

Disetrap.com- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Solo bakal mempertarungkan dua pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa versus Bagyo Wahyono-FX Suparjo (Bajo). Gibran-Teguh diusung PDIP Perjuangan dan didukung sejumlah parpol mulai Golkar, Gerindra, PAN, PSI, PKB, PPP, Perindo. Sementara Bajo maju melalui jalur perseorangan atau independen.

Menurut pengamat hukum Dr. Muhammad Taufiq, S.H.,M.H menilai konstelasi Pilkada Solo antiklimaks. Bahkan Pilkada bakal berjalan aman hingga prosesi pelantikan. “Pilkada yang rencananya 9 Desember nanti itu sudah diketahui pemenangnnya. Dengan dicalonkannya Gibran, otomatis permainan sudah selesai. Tinggal pelantikan saja. Sekalipun kita juga tahu muncul adanya pasangan Bajo,” kata M. Taufiq kepada media.

Pengamat hukum M.Taufiq menjelaskan bahwa, konstelasi pertarungan Pilkada di Solo edisi kali ini merupakan sebuah kemunduran dalam dinamika politik. Sebagai sosok asli Solo dan pernah jadi anggota dewan termuda, M. Taufiq menilai saat ini tidak ada etika dan sopan santun dalam berpolitik. “Menurut saya akan menarik kalau yang dijagokan (Achmad) Purnomo-Teguh, pasti memunculkan rivalitas. Siapa? Partai-partai yang tidak mendukung mereka. Sehingga Pilkada dan proses demokrasi berjalan menarik,” ujar dia.

M. Taufiq juga memaparkan sedari awalnya dirinya meragukan dan mempertanyakan lolosnya verifikasi administrasi Bajo oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solo. Dia menyebut, KPU sedari awal tidak menjelaskan dan menunjukkan ke masyarakat mengenai kekurangan jumlah fotocopy KTP yang mencapai 15 ribu lembar.

“Tiba-tiba sudah muncul Bajo. Saya sudah lama mengirim surat ke KPU dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) bahwa masalah verifikasi itu ancaman hukumannya tidak main-main. Denda Rp 72 juta dan pidana 72 bulan. Saya tidak yakin verifikasi itu faktual,” tegasnya. Sosok yang juga pengacara itu menambahkan, secara keseluruhan Pilkada di Soloraya bukan contoh yang baik dalam konstelasi politik. Terlebih dalam adanya sosok-sosok dinasti mulai Klaten (Sri Mulyani), Sukoharjo (Etty Suryani), hingga Solo (Gibran Rakabuming).

“Artinya kita bersusah payah mendidik demokrasi melahirkan multipartai, yang terjadi saat ini malah politik oligarki. Politik yang berhimpun di sekelompok orang saja dan tidak bisa dilepaskan dari putra mahkota,” tandasnya.

Disinggung kemungkinan adanya tarik ulur pendukung Gibran-Teguh untuk pasangan Bajo, hingga upaya menggagalkan Pilkada Solo, M. Taufiq tak yakin hal itu akan terjadi. “Saya tidak melihat adanya peluang untuk menggagalkan. Mungkin yang terjadi itu justru penjualan suara, sekalipun tidak signifikan menaikkan suara,” tutur Dr.Muhammad Taufiq, S.H.,M.H

Tinggalkan Komentar