SURAKARTA – Pada Minggu, 4 Agustus 2019, Kota Solo sedang dilingkupi awan hitam. Berita duka dan kesedihan telah meliputi seluruh kaum muslimin di Solo Raya. Dua tokoh umat Islam telah tutup usia.
Keduanya merupakan diantara tokoh dan penggerak umat Solo Raya dalam setiap menghadapi dinamika keumatan. Keduanya dirawat di rumah sakit yang sama di PKU Muhammadiyah Surakarta.
Tokoh pertama Umat Solo yaitu Ustad Dahlan yang memiliki nama asli Soedahlan. Beliau wafat pada usia 87 tahun dan dikenal dikalangan aktivis sejak muda. Pada sekitar tahun 1965-an, beliau turut dalam perjuangan membasmi PKI di Solo Raya. Masa-masa hidupnya diisi dengan perjuangan dan membantu umat dalam menyelesaikan berbagai macam persoalan.
Sempat menjadi salah satu tokoh di MTA. Aktif di pengurus FKUB Kota Surakarta. Terakhir beliau adalah salah satu anggota aktif di komisi ukhuwah MUI Surakarta. Hal tersebut terlihat 5 hari sebelum meninghalnya, tepatnya hari Selasa 30 Juli, beliau masih ikut rapat dengan tokoh-tokoh di Surakarta. Membahas berbagai macam persoalan umat di Surakarta.
Ustadz Dahlan juga dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan kaum duafa atau kaum pinggiran. Beliau tercatat salah satu tokoh yang memperjuangkan berdirinya Masjid di daerah “abangan” di Gilingan.
Bahkan umur yang sudah lanjut, tidak membuat surut nyali ustad Dahlan melakukan aktifitas dakwah secara mandiri. Jika tidak ada yang menjemputnya,beliau menghadiri berbagai aktifitas dan rapat dengan naik kendaraan sendiri yaitu motor maticnya.
Tokoh kedua kita adalah Kyai Haji Wahyudin atau dikenal dengan ustad Wahyudin. Beliau adalah sosok yang sangat sederhana dan sangat santun ketika berbicara. Tidak hanya sekedar pandai dalam beretorika, tetapi dikenal juga sebagai tokoh yang mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
Beliau juga termasuk tokoh yang aktif serta memberikan masukan-masukan terhadap problematika umat di Surakarta dan sekitarnya. Beliau yang kini menjabat sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Al-Mukmin Ngruki, wafat di RS PKU Muhammadiyah Solo, Ahad (4/8/2019) pukul 15.35 WIB.
Sesuai wasiatnya, beliau akan dimakamkan di tempat kelahirannya di Ciamis.
Sebelum mengabdi sebagai salah satu pengajar di Ngruki, pria yang lahir pada tanggal 18 Juli 1952 tersebut merupakan lulusan Ponpes Gontor pada 1970.
Ustadz Wahyudin merupakan menantu Ustadz Abdullah Sungkar, salah satu pendiri pondok pesantren Al Mukmin Ngruki. Sebagaimana diketahui, Ustadz Abdullah Sungkar bersama beberapa orang yang lain termasuk Abu Bakar Ba’asyir mendirikan pondok pesantren tersebut pada tahun 1972.
Sementara itu, selama di Pondok Pesantren almarhum mengajar pelajaran yang berhubungan dengan bahasa. Almarhum memang memiliki keahlian dalam ilmu Bahasa Arab. Selama ini ilmu bahasanya sudah diakui, baik dari sisi sastra maupun tata bahasa.
Selain ahli di bidang Bahasa Arab, almarhum juga dikenal sebagai sumber terpercaya media-media asing ketika mencari informasi seputar terorisme. Dalam salah satu wawancara dengan media asing, almarhum menyampaikan dengan tegas bahwa Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki tidak pernah mencetak pelaku tindak pidana terorisme. (mtq/ib)
Tinggalkan Komentar