Disetrap.com- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan panggilan untuk dimintai keterangan terkait dengan peristiwa penembakan enam anggota Front Pembela Islam (FPI). Panggilan ditujukan kepada Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran, dan Dirut PT. Jasa Marga, Subakti Syukur pada Senin, 14 Desember 2020
Ahmad Taufan Damanik selaku Ketua Komnas HAM menyampaikan kepada media bahwa pihaknya sudah banyak meminta keterangan dari berbagai pihak, termasuk petugas Polda Metro Jaya, Jasa Marga, FPI, keluarga anggota Laskar Pembela Islam yang meninggal, dan sejumlah saksi lain. Komnas HAM sendiri sudah melakukan olah lapangan di tempat kejadian perkara (TKP) sebanyak tiga kali yang pada hari ketiga diikuti langsung oleh Ahmad Taufan Damanik.
Dari peristiwa penembakan tersebut cukup menyita perhatian public termasuk Presiden Joko Widodo dikarenakan terdapat dua versi kronologi yang berbeda disampaikan FPI dan Polda Metro Jaya. “Bapak Presiden sampai memberikan atensi khusus, memercayakan kepada Komnas HAM, dan bagi kami itu satu tantangan yang berat,” disampaikan oleh Ketua Komnas HAM. Ia juga akan memastikan bahwa pihaknya akan melaksanakan tugas dengan baik dan mengungkap apa yang sebenar-benarnya terjadi. Maka ia turut mengundang pimpinan Polda Metro Jaya dan Jasa Marga untuk dimintai keterangan di Komnas HAM.
Irjen Fadil Imran, tiba sekitar pukul 13.30. “Dinilai sangat kooperatif dalam memberikan keterangan namun masih terdapat beberapa materi yang belum terjawab sehingga masih perlu diolah lagi” Ujarnya
Saat ini tim dari Komnas HAM masih mengulik dan mendalami temuan-temuan yang mereka peroleh. Bagi Komnas HAM, masih terlalu dini apabila segala temuan disampaikan kepada publik sekarang sebab belum ada kesimpulan yang bisa diambil dari data dan informasi yang dimiliki Komnas HAM. Damanik menegaskan “..tidak mudah untuk kami mengatakan A atau B, hitam atau putih.”
Komnas HAM juga telah mendapatkan akses untuk memeriksa barang bukti yang dimiliki kepilisian agar hasil investigasi menjadi akuntabel di mata publik dan data atau kesimpulan yang disajikan merupakan fakta bukan narasi semata.
Berkatan dengan tidak adanya rekaman CCTV di Km 49-72, Subakti Syukur selaku Dirut PT. Jasa Marga menyampaikan “Total ada 277 CCTV di tol Jakarta – Cikampek baik di jalur layang maupun jalur bawah. Terkait dengan peristiwa kemarin memang kebetulan terganggu,CCTV-nya tetap berfungsi, tapi pengiriman datanya terganggu,” terangnya. Syukur menjelaskan bahwa Jasa Marga tidak mempunyai rekaman terkait dengan insiden tersebut.
Menurut Choirul Anam, Komisioner Komnas HAM, pihaknya telah menemukan bukti yang bisa dilihat dan dipegang namun tidak menyebutkan secara detail terkait bukti tersbut. Saat ditanya apakah bukti itu rekaman CCTV, dia enggan menjawab. ”Kalau rekaman CCTV hanya bisa dilihat, dipegang kan gak bisa,” candanya. Anam juga menyampaikan terkait kewenangan mengusut dugaan pelanggaran HAM sejatinya hanya dimiliki oleh Komnas HAM./
Terkait dengan tidak ditemukannya rekaman CCTV Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H selaku pakar hukum pidana berpendapat bahwa jika yang Anda lakukan adalah merusak barang bukti, maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 233 KUHP:
“Barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
“Bahkan jika hal tersebut dilakukan oleh pihak kepolisian ataupun instansi terkait ancaman pidana dapat bertambah menjadi 6(enam) tahun penjara” disampaikan Dr. Muhammad Taufiq kepada disetrap.com.[]
Tinggalkan Komentar