DISETRAP

Pusat Informasi Hukum

SP3 HRS Dicabut, Muhammad Taufiq : Patut Diduga Ini Bagian Dari Persekongkolan Aparat Hukum

Foto: Dr Muhammad Taufiq SH MH, selaku peneliti pada Judicial Corruption Watch (JCW)

Disetrap.com- Majelis Hakim PN Jakarta Selatan telah resmi memutuskan mencabut Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan chat mesum yang menjerat Habib Rizieq.

Putusan itu dibacakan Majelis Hakim pada hari ini, Selasa (29/12/2020) atas gugatan yang dilakukan oleh Febriyanto Dunggio dengan nomor perkara 151/Pid.Prap/2020/PN.Jkt.Sel.

Atas putusan itu, Majelis Hakim memerintahkan Polda Metro Jaya kembali melanjutkan kasus dugaan chat mesum yang dituding melibatkan Habib Rizieq dengan Firza Husein.

Habib Rizieq sendiri sudah berkali-kali menegaskan bahwa chat tersebut adalah hoax dan fitnah belaka. Firza pun menyatakan hal yang sama.

Menanggapi putusan ini, Dr Muhammad Taufiq, SH.MH, selaku peneliti pada Judicial Corruption Watch (JCW) menyebut pencabutan SP3 ini aneh. Karena pencabutan diminta oleh orang yang tidak berhubungan dengan perkara.

“Wah ini ngaco SP3 dicabut karena ada permintaan dari orang yang tidak berhubungan dengan perkara. Patut diduga ini bagian dari persekongkolan aparat hukum artinya lebih dari sekadar mafia hukum,” ungkapnya M Taufiq, Rabu (30/12/2020).

Jika mafia hukum, katanya, mengatur putusan dan pelakunya adalah mafia atau orang swasta yang berduit. Kalau yang ini pemain dan pelakunya negara, ini yang sering saya sebut sebagai judicial corruption. Apa itu?

“Penegak hukum mengkorupsi pasal-pasal hukum sekehendak hatinya demi memuluskan tujuan seolah itu hukum sebab lewat mekanisme pengadilan. Jadi istilahnya kejahatan kerah putih lewat kewenangan penegak hukum,” lanjutnya.

“Ini jahat luar biasa dan melanggar prinsip-prinsip hukum.”

Seratus persen M Taufiq yakin hakim atau pengadilan sudah dikuasai oligarki.

Lalu apa upaya Habib? Jika polisi melakukan pemeriksaan lagi gantian HRS mengajukan pra peradilan. Hal ini tidak aneh.

“Di Rembang dan Klaten pernah terjadi para pihak saling mengajukan pra peradilan dan sama-sama dikabulkan. Jika demikian tidak ada kepastian hukum,” tegasnya.[]

Tinggalkan Komentar