Disetrap.com– Hari Rabu (28/01/21) lalu, MT&P Law Firm berhasil menyelenggarakan webinar yang membahas mengenai pemberian vaksin Covid-19. Webinar tersebut mengundang pembicara yang inspiratif dan informatif yakni dr. Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK., Ph.D., wakil direktur RS UNS yang juga merupakan Juru Bicara Satgas Covid-19 UNS dan Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., pakar hukum pidana sekaligus managing partner dari MT&P Law Firm.
Acara dipandu oleh Adzillah Nurul Izzati, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan menghadirkan jumlah peserta lebih dari 50 orang yang berasal dari berbagai macam latar belakang. Mulai dari akademisi, dokter, hingga mahasiswa.
Acara dimulai oleh dr. Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK., Ph.D. yang menyampaikan materi mengenai vaksin Covid-19. “Gelombang kasus virus Covid-19 di Indonesia masih meninggi. Berdasarkan data, tercatat ada 1.012.350 terkonfirmasi, 163,526 kasus aktif yaitu 16,2% dari terkonfirmasi, 820,356 kasus sembuh yaitu 81,0% dari terkonfirmasi, dan 28,468 kasus meninggal yaitu 2,8% dari terkonfirmasi”, ujar beliau memaparkan data Covid-19 di Indonesia. Beliau turut menyampaikan bahwa untuk menekan angka kasus virus Covid-19, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya yang salah satunya yaitu pembuatan vaksin Covid-19. Dalam materinya beliau memberikan sosialisasi kepada para peserta mengenai teknis vaksin yang dilakukan, hal yang ditimbulkan dari vaksin, serta pentingnya vaksin.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi yang disampaikan oleh Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. mengenai aspek hukum dari seseorang yang menolak vaksinasi Covid-19 yang sempat menghebohkan publik. Dalam materi yang disampaikan, beliau menilai pernyataan dari Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej beberapa waktu lalu.
“Sangat tidak fair apabila pemerintah menjatuhkan sanksi pidana bagi orang yang menolak untuk diberi vaksin apabila negara sendiri tidak dapat memenuhi hak-hak masyarakat sesuai dengan apa yang tercantum pada UU 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan”, papar Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H menanggapi pandangan Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum. yang mendukung diterapkannya sanksi pidana pada penolak vaksin.
Selain itu Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H juga mengambil contoh pada kasus Anies Baswedan (Gurbenur DKI Jakarta) terkait pelanggaran protokol kesehatan, menurut Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dinilai tidak seharusnya dipidana. Dikarenan aturan mengenai PSBB yang diterapkan selama Pandemi Covid-19 mengacu pada ketentuan setiap daerah bukan UU 6/2018. Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. menjelaskan bahwa PSBB merupakan Pergub yang menindak adalah satpol PP bukan polisi. Dengan demikian pada kasus Anies jelas polisi salah, dimana Anies tidak datang pun tidak melangggar.
“PSBB itu Pergub yang menindak satpol PP bukan polisi. Jadi, pada kasus Anies jelas polisi yang salah. Anies tidak datang pun tidak melanggar”, ujar Dr. M Taufiq, Rabu (27/01/2021)
Di akhir materi Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. menyampaikan bahwa UU 6/2018 bisa saja diterapkan apabila Indonesia memilih menerapkan karantina wilayah atau lockdown. Sementara saat ini Indonesia menerapkan PSBB bukan lockdown. Dengan kata lain, jika memberlakukan ancaman pidana bagi orang yang menolak vaksin dengan ancaman satu tahun sebagaimana ketentuan pasal 93, tentu pula memberlakukan pasal 55 UU 6/2018.
Acara ditutup dengan sesi tanya jawab dan pemberian doorprize berupa buku kepada para peserta yang aktif dalam mengikuti webinar.[]