Disetrap.com– Ditangkapnya pendiri Pasar Muamalah di Depok, Jawa Barat Zaim Saidi (ZS) yang diduga menginisiasi berdirinya Pasar Muamalah karena melayani transaksi jual-beli menggunakan dinar dan dirham menuai komentar dari beberapa pihak salah satunya Dr. Muhammad Taufiq SH MH selaku peneliti senior pada Judicial Corruption Watch (JCW).
Seperti yang diberitakan sebelumnya Zaim Saidi yang merupakan pendiri dan pengelola Pasar Syariah yang menerima transaksi jual-beli menggunakan dinar dan dirham sebagai alat tukar dengan barang yang diperdagangkan tersebut ditangkap di kediamannya Rabu (3/2) malam.
Penangkapan dilakukan karena khawatir Zaim Saidi akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Zaim Saidi disangkakan dengan Pasal 9 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Ia juga dijerat dengan Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang sehingga terancam hukuman 15 tahun penjara.
Menanggapi terkait hal tersebut Dr. M Taufiq melalui komentarnya mengatakan bahwa penangkapan tersebut terkesan sangat dipaksakan. Padahal pasar tersebut hanya dibuka 2 kali dalam seminggu dan transaksi berupa perlengkapan ibadah sehingga apabila Zaim Saidi ditangkap dan dilakukan sita terhadap dinar dirhamnya dianggap aneh.
“Persoalan Pasar Syariah di Bogor di Jl. Baru menurut saya sangat dipaksakan. Pasar buka seminggu 2 kali dan transaksi berupa kurma, madu, sandal nabi, sajadah dan perlengkapan ibadah lainnya. Kalau ditangkap dan disita dinar dirhamnya menurut saya aneh” ungkap Dr. Muhammad Taufiq kepada Disetrap.com (4/2)
Ia juga mengatakan bahwa negara sudah 20 tahun mendirikan Masyarakat Ekonomi Syariah dan Puan Maharani yang didaulat sebagai Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah.
“Bahwa negara saja 20 tahun sudah mendirikan Masyarakat Ekonomi Syariah. Puan Maharani didaulat sebagai Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah. Menjadi pertanyaan besar sebenarnya penangkapan itu tujuannya apa. Apabila soal ijin dan tidak ijin maka itu menjadi persoalan administrasi itu dinas pasar, DISPERINDAG kalau skala tokonya besar” lanjut M Taufiq.
Ia menambahkan apabila transaksi yang dilakukan dengan skala kecil dan dilakukan secara tidak kontinyu maka tidak dapat disebut sebagai sebuah pelanggaran pidana, alasannya bahwa perjanjian tunduk pada Pasal 1320. Ia juga menyebutkan bahwa syarat sahnya sebuah perjanjian meliputi 4 hal yakni dilakukan oleh orang dewasa, barang yang diperjual belikan halal, barang yang diperjual belikan tidak dilarang oleh undang-undang, dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.
“Tetapi kalau transaksi kecil dan bukannya tidak kontinyu maka tidak bisa, karena kesepakatan tunduknya pada Pasal 1320, apa itu? Syarat sahnya perjanjian itu ada 4 yakni : 1. Dilakukan oleh orang dewasa; 2. Barang yang diperjual belikan halal; 3. Tidak dilarang oleh undang-undang; 4. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak” tuturnya.
Sehingga tidak ada kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh penggagas Pasar Syariah walaupun membayarnya dengan dinar dan dirham. Karena itu suka sama suka kecuali adanya penipuan. Kalau hal tersebut dilarang dulu ada wartawan Solo yang menggagas barter meski tidak memakai nama Syariah.
“Jadi saya lebih mencurigai ini pola baru dengan menggunakan pendekatan hukum dan kekuasaan menyita dirham dan koin-koin emas. Saya lebih melihat itu daripada persoalan hukum. Kalau soal ijin dan pasar yang tidak berijin merupakan pelanggaran administrasi bukan pelanggaran pidana” tutup M Taufiq.[]