Disetrap.com- Masyarakat Indonesia pengguna media sosial atau Medsos harus lebih bijak dalam menggunakan media sosial untuk mengekspresikan kebebasan berpendapat agar tidak terjerat kasus pidana.
Selain itu, ekspresi kebebasan berpendapat ini harus memegang etika agar tidak terjerat pada kasus hukum pidana Undang-Undang No 19 Tahun 2016 Jo UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menanggapi banyaknya kasus masyarakat yang terjerat dengan UU ITE, Pakar Hukum Pidana Dr. Muhammad Taufiq SH MH, yang merupakan Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) juga seorang peneliti dalam Judicial Corruption Watch (JCW) membeberkan tips-tips bermedsos ria tetapi tidak bisa dijerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasalnya pasca pemerintah membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), kata dia sangat mungkin akan terjadi banyak penangkapan terhadap pegiat medsos.
Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) itu mengatakan, langkah awal aman mengkritisi pemerintah, lembaga ataupun personal dengan mengambil sumber formal.
“Mengambil sumber formal, lebih enaknya sumber formal itu media cetak. Kalau online ya di screenshot secara utuh, di muat disitu agar anda aman” jelasnya kepada Disetrap.com, Senin (15/03/2021).
Pakar hukum yang telah menulis sejumlah buku salah satunya “Undang-Undang ITE bukan Undang-Udang Subversi” itu, melanjutkan bahwa saat ini pemerintah mulai tabu menerima kritik dari masyarakat. Untuk itu, mengkritik tanpa harus menyebutkan nama aslinya tetapi masyarakat sudah paham siapa yang dimaksud, merupakan langkah aman dari aktifitas berselancar di dunia maya.
“Kemudian yang kedua kalau anda mengkritik berlebih, sekarang ini ada wilayah tabu, jangan menyebut temannya, jangan menyebut keluarganya. Artinya kalau kita menyebut itu, tidak perlu dijelaskan, orang akan langsung tahu kalau itu orang yang kita kritik” tambahnya
Seperti kasus Gus yang dituduhkan 3 pasal Undang-undang Informasi dan Teknologi (UU ITE) dan 2 pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ia dituduh pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45 Undang-undang ITE dan juga dituduh pasal 310 dan 311 KUHP dan juga pasal 207 KUHP. Pasal 207 KUHP ini adalah pencemaran terhadap penguasa.
Kasus ini mencuat saat Gus Nur berbicara di channel YouTube Refly Harun yang berjudul “Setengah Jam Bersama Gus Nur, Isinya Kritik Pedas Semua!!” Dalam podcast tersebut Gus Nur menganalogikan NU seperti sebuah bus umum yang sopirnya mabuk, kondekturnya teler, dan kernetnya ugal-ugalan.
Oleh karenanya lebih baik dihindari dalam menyebut sebuah nama, baik nama secara langsung atau berkaitan yang memungkinkan orang tahu kalau kita kritik.
M Taufiq juga menegaskan untuk menghindari upload berita abal-abal dan mengeshare sumber yang tidak jelas. Menurutnya dalam aturan hukum, Hakim akan bertindak mengadili perkara terhadap transaksi elektronik yang bersumber utama dan real.
Hindarilah memuat hal-hal yang tidak jelas, misal memforward whatsapp kemudian langsung dimuat. Ini bahaya, meskipun orang hukum saya bisa katakan bahwa sebenarnya yang bisa dipidana andai kata dengan Cyber Crime, UU ITE, itu yang asli.
“Jadi seperti Habib Rizieq itu kalau saya jadi saksi ahli, sampai kapanpun tidak bisa dipidana. Lha wong dia nggak pernah ngechat kok, harus dapat chat langsung kalau itu memang Habib Rizieq,”jelasnya.
“Jadi misalnya ngambil punyanya orang terus dicut dan dimuat, saya ditangkap. Itu nggak bener, yang terjadi kan seperti itu. 1) Muatlah dari sumber yang sudah jelas. 2) Jangan mengedit, itu nambahi. 3) Jangan membuat judul yang provokatif” Pungkasnya []