Disetrap.com- Dr. Muhammad Taufiq SH MH sebagai Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) mengaku sangat heran dengan istilah ‘rentan’ atau ‘berpotensi’ bisa dijadikan bahan untuk bikin bom yang digunakan polisi atas temuan serbuk putih di bekas markas Front Pembela Islam (FPI). Dalam hukum pidana tidak dapat dipakai istilah asumsi, baik itu temuan alat bukti atau tuduhan tanpa bukti permulaan yang cukup.
“Jadi kalau kemudian mengkaitkan dugaan terorisme dengan bubuk deterjen pembersih toilet itu lucu sekali. Botol kecap pun bisa, botol Kratingdaeng juga bisa. Tapi bukan seperti itu yang dimaksud dalam hukum positif pidana,” kata M Taufiq Sabtu (1/5/2021).
Hukum positif yang dimaksud adalah temuan alat bukti harus berkaitan dengan perbuatan pidana yang dituduhkan. “Kalau di teroris berarti merencanakan pemufakatan. Apa ada hal itu ditemukan polisi?” tanya M Taufiq.
Menurutnya, yang dijadikan polisi baru hanya satu alat bukti. Dan hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 17 KUHAP dan pasal 184 KUHAP.
“Kalau kita melihat kasusnya Munarman itu kan hanya pengakuan sepihak orang mantan pengurus FPI di Makassar yang menyebut bahwa di dalam baiat tersebut ada Munarman. Itu baru satu bukti. Jadi bukti permulaan yang cukup yang lainnya apa?” tanyanya lagi.
Menurut ahli pidana tersebut pengakuan orang yang dibaiat atau mantan pengurus FPI sebenarnya belum cukup dijadikan bukti bahwa Munarman terlibat dalam aksi terorisme.
“Adakah ditemukan ucapan Munarman yang mampu membuat seseorang melakukan aksi terorisme? Satu-satunya nya video itu harus diuji secara materiil atas yang dilakukan munarman. Misalkan Munarman menggerakan. Kemudian muncul aksi pidana. Itulah yang disebut bukti permulaan yang cukup,” terangnya.
Jadi apabila kemudian mengaitkan video itu dengan bubuk deterjen, maka hal terrsebut hanya bersifat asumsi.
“Sedangkan pengertian asumsi itu tidak dikenal di dalam hukum positif. Karena itu polisi gak usah bersusah payah. Sebaiknya dilepaskan aja lah itu Munarman,” tandasnya.
M Taufiq mengaku heran ada pihak-pihak yang sangat ingin menjatuhkan citra FPI serta para petingginya, khususnya HRS dan Munarman. “Selaku kuasa hukum, Munarman dalam sidang kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan menolak adanya dakwaan penghapusan hak politik terhadap HRS. Saya pun juga mengaku heran, kok urusan proyek dakwaannya sama kayak kasus pelaku korupsi penghapusan hak politik. Ini namanya memang ada upaya membungkam suara keras Habib Rizieq dan Munarman dalam mengkritisi berbagai persoalan di negeri ini,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya polisi mengumumkan bahwa sejumlah barang bukti yang ditemukan di bekas markas Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, merupakan bahan kimia yang mudah terbakar dan rentan dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat tiga jenis bom.
“Untuk menjawab adanya berita hoax (bohong) yang menanyakan tentang Apa benar isi barang bukti di Petamburan yang diberitakan sebagai pembersih toilet, kami sampaikan, hasil identifikasi yang telah dilakukan tim Puslabfor menyimpulkan bahwa, barang yang ditemukan tersebut pertama, adalah bahan kimia yang berpotensi digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan baku untuk membuat bahan peledak TATP (triacetone triperoxide),” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan dalam keterangan pers di Mabes Polri, Jumat (30/4/2021).
Selain itu, menurut Ramadhan, bahan kimia yang ditemukan tersebut mudah terbakar dan rentan digunakan sebagai bahan pembuatan bom molotov dan bahan baku TNT.
Terkait dengan perkembangan kasus penangkapan mantan Sekretaris Umum FPI Munarman, menurut Ramadhan, Tim Densus 88 masih terus melakukan pengembangan kasusnya, sehingga kepolisian belum bisa memberi penjelasan rinci.
“Densus 88 masih terus melakukan pendalaman terhadap aksi terorisme yang dilakukan M (Munarman) di sejumlah daerah di Indonesia. Termasuk keterkaitannya dengan jaringan terorisme yang sudah dilakukan penangkapan di sejumlah daerah,” ungkap Ramadhan.
Densus 88 akan memberi informasi kepada masyarakat atas kasus tersebut, jika terdapat temuan baru atas hasil pengembangan. “Kami sampaikan kenapa belum update tentang penanganan M, karena bahwa penyidikan masih terus dilakukan, masih melakukan pengembangan,” jelasnya.[]