JAKARTA – Kebijakan ganjil-genap yang diterapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI merupakan salah satu kebijakan untuk menekan angka emisi gas buang serta mengurangi kemacetan dan mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi umum.
Baru-baru ini Pemprov DKI memperluas wilayah kebijakan penerapan ganjil-genap di Jakarta. Kebijakan ini akan resmi diberlakukan pada 9 Septmber 2019 dengan 16 rute baru untuk perluasan penerapan kebijakan ganjil-genap. Selain itu durasi pemberlakuan kebijakan ini juga ditambah mulai pukul 06.00-10.00 dan 16.00-21.00 WIB. Saat ini Pemprov DKI tengah melakukan uji coba untuk perluasan ganjil-genap ini.
Mengacu pada data dari Lembaga pengukur tingkat kemacetan di kota-kota besar dunia, TomTom Traffic Index, tercatat ada penurunan tingkat kemacetan di Jakarta sebanyak 8 persen di tahun 2018 menjadi 53%. Sebelumnya di tahun 2017, Jakarta memiliki tingkat kemacetan sebesar 61%. Hal ini menjadikan Jakarta menjadi kota termacet nomor 7 di dunia.
Berdasarkan data tersebut, ganjil-genap memberikan efek yang cukup terasa terhadap kemacetan di Jakarta. Penurunan sebesar 8% adalah angka yang cukup besar bagi kota Jakarta yang sering dilanda macet.
Seorang karyawan Achmad Firdaus bercerita pada Detik.com bahwa efek dari penerapan ganjil-genap cukup terasa baginya. Bagi dirinya yang hanya memiliki satu kendaraan pribadi dengan plat nomor ganjil, ia hanya bisa menggunakan kendaraannya saat pemberlakuan plat nomor ganjil. Dan saat ia tidak bisa menggunakan kendaraannya, ia memilih untuk menggunakan transportasi umum.
Di sisi lain perluasan penerapan ganjil-genap ini cukup menyulitkan bagi driver taksi online. Mereka harus pilih-pilih konsumen agar tidak mengarah ke jalan ganjil-genap. Driver taksi online mengaku harus mencari jalan alternatif lain saat ganjil-genap diberlakukan.
Operation Manager Auto2000 wilayah DKI 1 Biyouzmal menanggapi positif perluasan ganjil-genap. Menurutnya kebijakan ini akan berdampak pada pembelian mobil kedua bagi orang-orang dengan kondisi finansial yang kuat demi menyiasati ganjil-genap. Meski tak signifikan, kebijakan ini bisa meningkatkan penjualan mobil di DKI Jakarta.
“Ya positif dong, karena mungkin ada di beberapa segmen orang akhirnya membeli karena mobilnya satu, beli (bisa melintas) dua supaya ganjil-genap,” ujar Biyouzmal di Cikarang Utara, Rabu (15/8) dikutip dari Detik.com.
Pemerhati transportasi Budiyanto menilai bahwa kebijakan ini tak efektif untuk jangka panjang. Hal tersebut melihat dari terus bertambahnya populasi kendaraan bermotor karena kemudahan akses pembelian dan meningkatnya penghasilan seseorang.
“Ganjil genap itu hanya untuk jangka pendek, kalau jangka panjang tidak akan efektif karena populasinya akan bertambah terus seiring dengan perkembangan kendaraaan bermotor lainya,” kata Budiyanto kepada Medcom.id, Jakarta, Minggu (4/8).
Budiyanto meminta Anies untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut. Program ganjil genap harus memperhatikan beberapa aspek, seperti keamanan, ekonomi, sosial, dan ketersediaan kendaraan umum. Ia juga menambahkan bahwa perlu perbandingan volume kendaraan dan kapasitas jalan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas lalu lintas. Berdasarkan kajian tersebut akan diketahui rasio ketersediaan pelayanan angkutan umum dan kontribusi terhadap masalah kualitas udara.
Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan menyebut bahwa solusi jangka panjang atas kemacetan Jakarta adalah penggunaan ERP. Pemprov DKI Jakarta harus memanfaatkan ERP yang sudah terpasang di sejumlah titik di Jakarta.
Meski berdasarkan data ganjil-genap dapat menurunkan angka kemacetan, Pemprov DKI Jakarta harus terus bekerja agar dapat memberikan transportasi umum yang saling terhubung, nyaman, dan aman bagi masyarakat.(hw)