Disetrap.com – Pada Sidang Tahunan MPR yang digelar hari Jum’at (16/8) lalu, Presiden Joko Widodo secara resmi meminta izin kepada seluruh peserta sidang perihal wacana pemindahan ibu kota negara. Dalam sidang Tahunan MPR Jokowi menyebut bahwa ibu kota negara akan dipindah ke Pulau Kalimantan. Tak ada kota pasti yang ia sebutkan dalam pidato tersebut.
Gagasan tentang pemindahan ibukota sebenarnya sudah ada sejak zaman Soekarno dan sempat mencuat kembali di era SBY. Pada saat itu saran ini diberikan kepada Soekarno oleh tokoh PKI bernama Semaun.
Semaun merupakan konseptor yang terlibat dalam pembangunan tata ruang kota-kota satelit Uni Soviet di wilayah Asia Tengah. Ia memberikan saran kepada Soekarno untuk memindahkan ibu kota ke Palangkaraya.
Kalimantan dijadikan pilihan karena pulau tersebut terletak di tengah-tengah gugus pulau Indonesia serta pulau terbesar di Indonesia. Selain itu, pemilihan Kalimantan diharapkan bisa menghilangkan sentralistik di Jawa yang menyebabkan ketidakpuasan dan pergolakan daerah seperti PRRI/Permesta. Merubah pandangan ‘Jawa Sentris’ menjadi ‘Indonesia Sentris’.
Presiden Soekarno saat itu melakukan seremoni pemancangan tiang pertama pembangunan Kota Palangkaraya pada 17 Juli 1957. Dalam peresmian tersebut hadir pula Duta Besar Rusia DA Zukov, Duta Besar Amerika Serikat Hugh Cumming Jr, menteri-menteri, dan pegawai istana.
Palangkaraya merupakan proyek ibu kota pertama di Indonesia yang murni di bangun oleh karya anak bangsa, di alam merdeka dan bukan peninggalan Belanda. Tata kota dirancang dengan memadukan transportasi darat dan sungai serta menjadikan Sungai Kahayan sebagai urat nadi kota. Belia tidak ingin ada bangunan di sepanjang tepi Sungai Kahayan. Tepian sungai harus digunakan sebagai taman penghijauan.
Penataan jalan di Palangkaraya dibuat lurus-lurus dan menuju satu bundaran besar di pusat kota. Pada saat itu jalan tersebut direncanakan agar dapat diperlebar hingga empat belas jalur untuk pendaratan pesawat MIG buatan Uni Soviet untuk bersiap menghadapi serangan dari Inggris.
Namun akhirnya ide membangun ibu kota tersebut gagal terealisasi karena konsentrasi dana negara yang terbatas akibat tersedot untuk penyelenggaraan Asian Games (1962), Olimpiade Games of the New Emerging Forces (Ganefo), Gelora Bung Karno, Tugu Selamat Datang, Hotel Indonesia, dan Masjid Istiqlal. Seluruh proyek akhirnya terhenti sama sekali seiring pergantian kekuasaan dari Soekarno kepada Orde Baru Soeharto pada tahun 1965.
Eko Sulistyo pada 17 April 2017 sebagai Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantro Staf Presiden saat ini menjelaskan melalui Koran Sindo bahwa ada empat pertimbangan Presiden Jokowi mengeluarkan wacana pemindahan ibu kota. Pertama, perlu adanya pemerataan antara Pulau Jawa dan pulai lain serta mencegah konsentrasi pembangunan di satu wilayah. Saat pusat pemerintahan dipindahkan, maka akan tumbuh pusat ekonomi dan pertumbuhan baru disekitarnya.
Kedua, Kota Palangkaraya di Kalimantan tidak terancam oleh gempa bumi, karena bukan merupakan jalur gunung berapi ring of fire seperti melewati Pulau Jawa.
Ketiga, tersedianya tanah luas yang dikuasai negara dan statusnya jelas sehingga tidak perlu ada proses pembebasan tanah. Bahkan, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran telah menyiapkan lahan seluas 500.000 hektare untuk memfasilitasi pemindahan ini.
Keempat, Jakarta sudah terlalu padat dan kemacetan yang sudah parah.
Meski memiliki dampak positif seperti meratakan perekonomian di Indonesia agar tidak terpusat di Jawa saja serta meringankan beban Jakarta sebagai ibu kota, wacana tersebut juga memiliki dampak negatif yang mengintai seperti dampak lingkungan apabila tak dilakukan dengan perencanaan matang.
Pulau Kalimantan sendiri belum aman dari bencana lingkungan hidup seperti kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan masih tergolong tinggi.
Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Minggu (18/8), di provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) terdapat titik panas sebanyak 265 titik. Di provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) tercatat ada 219 titik dan provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 36 titik panas. Total ada 888 titik panas di Kalimantan. Jumlah tersebut lebih dari setengah total titik Karhutla yang ada di Indonesia.
Berdasarkan data Greenpeace, sepanjang tahun 2001-2008 ada sekitar 3,8 juta hutan tua di Kalimantan telah menghilang. Banyak dari sisanya telah di konversi menjadi kebun sawit dan hutan tanaman industri. Sebagian lain telah digunakan sebagai konsensi penebangan hutan dan tambang yang telah menguasai Borneo.
Seiring dengan menghilangnya lahan dan hutan, maka habitat satwa liar akan menghilang dan perlahan satwa tersebut tergeser atau terusir dari habitat aslinya.
Pemindahan ibu kota juga akan berdampak pada migrasi penduduk besar-besaran yang juga diikuti oleh investasi berbasis lahan. Ini juga akan menimbulkan pembangunan-pembangunan baru di kawasan ibu kota baru nantinya.
Apabila dalam pembangunan ibu kota baru tak dibarengi dengan rencana tata kota dan pengawasan yang bagus, maka dikhawatirkan ada pembangunan-pembangunan yang tak sesuai dapat berakibat pada berkurangnya lahan hijau di Kalimantan. Padahal pulau Kalimantan terkenal sebagai paru-paru dunia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro memperkirakan investasi yang dibutuhkan mencapai RP. 485 Triliun. Tahap pertama akan dilakukan di lahan sekitar 40 ribu hektare dengan target pemindahan 1,5 juta orang.
Dari perkiraan dana investasi yang dibutuhkan tersebut, APBN hanya mengalokasikan dana sebesar Rp. 93 triliun. Tak semua alokasi dana tersebut bersumber dari APBN, nantinya akan ada dari KPBU, swasta, dan BUMN. Bambang juga menyatakan bahwa pembangunan ibu kota tak akan mengganggu sumber penerimaan murni dari APBN.
Pembuatan rancangan induk (masterplan), urban desain, sampai dengan legal status dari tanah yang akan dibangun pusat pemerintahan harus dilakukan dengan matang untuk menghindari penyalahgunaan lahan di kemudian hari. Pemerintah juga harus memberikan zonasi yang jelas untuk pembangunan yang dilakukan diluar pemerintah. Walau bagaimanapun ibu kota baru tetap menarik pembangunan baru oleh sektor swasta lainnya.
Pembangunan ibu kota baru hendaknya dilakukan bertahap dan tidak terburu-buru untuk memberikan hasil maksimal. Pembiayaan pembangunan ibu kota harus dilakukan secara transparan agar dapat dimonitor langsung oleh masyarakat. Apabila memang menggandeng investor swasta, harus jelas apa saja porsi yang diberikan serta apa dampak positifnya bagi masyarakat. Pembangunan haruslah didasarkan pada kepentingan masyarakat bukan hanya kepentingan segelintir golongan belaka.