Disetrap.com- Akhir-akhir ini banyak sekali peristiwa penghinaan terhadap Islam, baik yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw maupun umat Islam, yang dilakukan oleh para YouTuber. Salah satunya adalah YouTuber Jozeph Paul Zhang dan Pendeta Prof Dr Syaifudin Ibrahim.
YouTuber Jozeph Paul Zhang dan Pendeta Prof Dr Syaifudin Ibrahim disebut mendapatkan keistimewaan karena sikap Kepolisian yang seakan-akan melakukan disparitas terhadap kasus Pidana yang menyeret keduanya.
Hal tersebut seperti yang telah dikatakan oleh Pakar Pidana yakni Dr Muhammad Taufiq, S.H., M.H. melalui channel Youtube “Muhammad Taufiq & Partners Law Firm”, Senin (04/07/2022)
Menurut M Taufiq yang terjadi pada kasus-kasus sebelumya, dalam pasal-pasal Penistaan Agama Pasal 156 A KUHP, dan UU ITE pasal 28 ayat 2, apabila seseorang berseberangan dengan pemerintah, mereka akan langsung ditangkap.
“Malam itu juga lansung ditangkap, misalnya Gus Nur, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, Edy Mulyadi, jauh sebelumnya musisi Ahmad Dhani. Tetapi kenapa hal itu tidak terjadi pada Jozeph Paul Zhang dan Pendeta Syaifudin Ibrahim,” tanya Taufiq.
Menurut M Taufiq, negara Indonesia memiliki perjanjian extradisi dengan AS, Jerman, dan lain-lain.
“Dengan negara yang menampung koruptor yaitu Singapura, kita memang tidak punya perjanjian. Artinya, kita bisa memulangkan mereka” ungkap M Taufiq.
M Taufiq juga menerangkan bahwa hukum pidana di negara Indonesia mengenal dua azas. Yakni Asas Nasional Aktif dan Nasional Pasif.
“Bahwa Asas Nasional Aktif Artinya hukum ini akan mengikuti dimanapun warga negara Indonesia itu berada. Kalau mereka melakukan kejahatan, dimanapun dia berada, maka bisa diadili menggunakan hukum Indonesia. Sedangkan yang disebut sebagai azas nasional pasif. Artinya, meskipun dia bukan warga negara Indoensia, atau dia sedang tidak ada di Indonesia, dia bisa ditangkap dengan menggunakan KUHP kita” beber M Taufiq.
Melihat tidak adanya reaksi dari pemerintah terhadap kasus Jozeph Paul Zhang dan Pendeta Syaifudin Ibrahim, Pakar Pidana M Taufiq beranggapan apakah hal tersebut perlu diadakan sayembara bagi penangkap keduanya.
“Tetapi kita lihat kedua orang itu sudah ditetapkan DPO, tetapi tidak ada reaksi apapun. Berbeda dengan kalau yang ditiuduh menghina itu “berseberangan”, maka langsung ditangkap. Saya bertanya, apakah negara ini tidak punya uang, apakah negara ini kekurangan uang? Kalau memang kekurangan uang ya, sebaiknya kita patungan aja. Saya beri hadiah Rp 100 juta bagi siapa yang bisa menangkap hidup-hidup dan membawa ke Indoesia.,” tambahnya.
Menurutnya, banyak orang yang merasa jengkel (geram) dengan praktek hukum di Indonesia.
“Ini merupakan otokritik bagi hukum positip kita, apakah kita masih tegak berdiri dihadapan bangsa lain. Apakah kita masih tegak terhadap orang yang menghina dan memecah-belah persatuan bangsa dan negara. Atau kita tunduk kepada kepentingan politik sehingga mengabaikan pasal-pasal KUHP. Karena apa yang terjadi dan dilakukan oleh Prof Syaifudin Ibrahim dan Paul Zhang ini memenuhi. Tetapi tidak pernah di respon.”
Dengan adanya sayembara tersebut, M Taufiq berharap bahwa pemerintah bisa serius menaggapi permasalahan yang menyangkut pelaku penistaan agama.
“Jadi adanya sayembara ini sebagai bukti bahwa kita ini berkepentingan. Kalau negara tidak punya uang ya kita harus patungan. Kita tangkap dengan hadiah Rp 100 juta dan dibawa ke Indonesia,” pungkasnya.