Disetrap.com- Tragedi sepak bola Indonesia yang sejauh ini menewaskan lebih dari 200 orang di Malang, Jawa Timur, menjadi salah satu bencana terburuk dalam sejarah olahraga dunia.
Adanya beberapa personel kepolisian yang menembakkan gas air mata membuat peristiwa Kanjuruhan tersebut terjadi. Terdapat 11 personel menembak gas air mata ke tribun selatan dengan tujuh tembakan, tribun utara satu tembakan, dan tiga tembakan ke lapangan. Hal tersebutlah yang membuat para penonton terutama di tribun panik kemudian berusaha meninggalkan arena.
Penonton kemudian berupaya keluar di pintu 3, 11, 12, 13, dan 14. Namun 14 pintu yang seharusnya dibuka lima menit sebelum pertandingan berakhir belum terbuka sempurna. Saat itu pintu belum sepenuhnya dibuka atau hanya terbuka 1,5 meter dan seseorang yang seharusnya menjaga pintu tidak di tempat.
Berdasarkan Pasal 21 regulasi keselamatan dan keselamatan PSSI, seseorang yang menjaga pintu seharusnya berada di tempat, namun saat itu tidak berada di pintu. Kemudian, ada besi melintang sehingga menghambat penonton dalam jumlah banyak melewati pintu. Pada akhirnya, penonton berdesak-desakan di pintu selama hampir 20 menit. Dari situlah muncul banyak korban mengalami patah tulang, trauma, kepala retak, dan sebagian meninggal karena asfiksia.
Menanggapi berita tersebut menurut Dr M Taufiq selaku Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) tragedi stadion kanjuruhan yang telah menelan korban lebih dari 200 itu adalah perilaku biadab yang tidak bisa ditolerir oleh dunia sepakbola modern. Melihat tragedi ini tidak bisa hanya dilakukan tindakan pencopotan jabatan saja.
“Pertama saya soroti pembentukan tim, bahwa tidak akan berbeda dengan penanganan kasus Sambo hanya muter saja. Apabila dipahami secara integral diantara para polisi ada lembaga atau struktur militer yakni brimob. Kalau kita melihat tragedi stadion kanjuruhan yang jatuh korban lebih dari 200 itu adalah perilaku biadab yang tidak bisa ditolerir oleh dunia sepakbola modern. Melihat tragedi ini tidak bisa hanya dilakukan tindakan pencopotan seperti pencopotan Komandan Batalyon, Komandan Kompi dan seterusnya. Menurut saya hal tersebut tidak cukup juga tidak cukup sekedar mencopot Kapolres Malang. Menurut saya Kapolda Jatim juga harus ikut dicopot” Ujar M Taufiq pada Disetrap.com, Jumat (07/10/2022).
Lebih jauh, sebagaimana dilontarkan Presiden AAPI Dr.Muhammad Taufiq SH, MH Tragedi Kanjuruhan yang menimbulkan ratusan korban ini sudah merupakan peristiwa pidana, tak bisa hanya diarahkan kepada pelanggaran kode etik dan kelalaian.
Mewakili Amnesty International, dia mengecam dan mendesak pihak berwajib untuk melakukan investigasi mendalam terkait penyalahgunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan.
Usman juga mengatakan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta patut dimintai pertanggunjawaban, bahkan dicopot dari jabatannya. Usman menilai, ada unsur pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam peristiwa itu. Menurutnya, pencopotan itu diperlukan karena Nico memegang unsur keamanan tertinggi di wilayah Jatim.
Dr.Muhammad Taufiq secara detil merinci tragedy Kanjuruhan ini berdasarkan rekaman video yang mereka miliki. Dia menyesalkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan akan mengusut siapa orang yang bertanggungjawab dan memerintahkan penggunaan gas air mata.
Ini kan Polri, yang jelas organisasi dan hirarkinya. “Kapolri tak perlu lagi mengulang pernyataan itu, jelas hal itu tanggungjawab Kapolda dan Kapolres di mana pertandingan itu digelar,” kata Taufiq.
Pakar Hukum asal Solo tersebut secara terang-terangan mengecam penggunaan gas air mata yang memicu tragedi ini.
Mengutip salah seorang Purnawirawan TNI, Taufiq mengatakan, gas yang ditembakkan dalam kerusuhan ini bukanlah gas yang diperuntukkan untuk menghalau massa, tapi memang gas yang mematikan, untuk membuat sesak nafas dan akhirnya mati.
Kalau dilihat dari SOPnya (standar prosedur operasinya) kejadian ini menurut Taufiq juga konyol. Sebab tidak ada perkelahian antar supporter (Aremania vs Bonek). Taufiq menyebut ada rekaman video kesaksian. Supporter hanya melakukan protes, kenapa permainan jelek, sementara pemain-pemain juga sudah diungsikan.
Secara keseluruhan, Taufiq mengatakan, kalau dilihat dari awal kejadiannya, bermula biasa saja. Kalau penonton berteriak-teriak di lapangan, itu biasa.
“Tapi kalau kita lihat detik-detik kerusuhan ini, diawali ketika ada aparat berbaju hitam, ada supporter Aremania yang naik pembatas tribun, lalu ditendang. Itu sepertinya pemicu,” beber Taufiq.
Taufiq juga menunjuk tayangan lain, yang memperlihatkan ada supporter yang dikejar-kejar. Bahkan ada tendangan dan bukan hanya oleh polisi tapi juga tentara. “Ini menurut saya satu hal yang tak bisa dibenarkan.”
“Apalagi tentara, dia hadir di sana karena di BKO-kan (bawah kendali operasi). Dia baru bertindak kalau ada kerusuhan, bukan berarti dia mengambil inisiatif sendiri,” ujar Taufiq.
Sebagai pakar hukum Taufiq menyarankan, Aremania bisa melakukan gugatan pidana dan perdata sekaligus atas tragedy ini, berdasarkan pasal 98 KUHAP. Siapa yang dilaporkan? Menurut Taufiq yang dilaporkan adalah panitia pelaksana pertandingan, inspektur pertandingan dan aparat keamanan.
Menurut Taufiq, apa pun alasannya, polisi tidak dibenarkan melakukan kekerasan. Karena tujuan dibentuknya polisi itu hanya ada dua, yaitu melindungi warga Negara danmenjaga warga Negara untuk mendapatkan rasa aman.
“Saya kecewa dengan Kapolri yang menyatakan akan mencari siapa yang memerintahkan penggunaan gas air mata,” lanjuta Taufiq. Karena itu hal yang sudah jelas. Tak mungkin menembakkan gas air mata tanpa persetujuan, tanpa perintah. “Copot saja itu Kapolda dan Kapolres, lalu diadili. Ini bukan pelanggaran etika, ini pidana,” kata Taufiq yang juga salah seorang Dosen di Fakultas Hukum Unissula Semarang.
“Sama seperti yang diucapkan Panglima TNI, bahwa tentara yang melakukan tendangan kungfu itu bukan pelanggaran etik, tapi pidana,” lanjutnya.
Sebelumnya, M Taufiq melalui press releasenya juga menyatakan, negara harus bertanggungjawab atas Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu malam 1 Oktober 2022 yang mengakibatkan jatuhnya 182 korban tewas dan luka-luka.
M Taufiq juga mendesak Kapolri mencopot Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Malang, meminta Kompolnas dan Komnas HAM memeriksa dugaan Pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas.[][][]