DISETRAP

Pusat Informasi Hukum

SAATNYA BERANTAS KORUPSI LEBIH CEPAT DENGAN PENDEKATAN FOLLOW THE MONEY

(14/03/2023) Telah berlangsung diskusi secara virtual oleh Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) yang terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) tahun 2016-2017 yang tengah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan memiliki nilai kontrak sebesar 13 Triliun. Dalam diskusi tersebut menghadirkan narasumber yang berkompeten yaitu Dr. Abdullah Hehemahua, S.H., M.M., Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., dan Ahmad Khoizinudin, S.H. Namun sayangnya Ahmad Khoizinudin, S.H., tidak dapat bergabung dalam diskusi tersebut karena sedang beracara.

Diskusi dibuka dengan pertanyaan dari Slamet Sugianto selaku host dalam diskusi tersebut.

“Apa yang menjadi catatan penting abang kalo kita coba melihat ini ditengah penegakan hukum kemarin yang masih belum selesai dimana sudah dirilis hasil pertemuan dari Menkopolhukam Mahfud MD dan Sri Mulyani akhirnya disampaikan bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang yang non korupsi begitu kesimpulannya.”

(Dr. Abdullah Hehemahua, S.H., M.M ketika menyampaikan perspektifnya saat diskusi berlangsung)

Dr. Abdullah menyampaikan dalam perspektifnya bahwa berdasar pengalamannya di KPK selama 8 tahun, terdapat 42% kasus yang ditangani oleh KPK berkaitan dengan Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah secara nasional. Sedangkan sekarang di Era Jokowi, mencapai 70% kasus yang berkaitan dengan Pengadaan Barang dan Jasa, sementara itu di APBN kita hanya 35% dari APBN Pengadaan Barang dan Jasa secara nasional. Jadi APBN besar tapi tidak sampai ke rakyat, karena adanya korupsi di proyek Jalan Tol, proek-proyek, pembangunan gedung-gedung.

Dr. Abdullah juga menambahkan bahwa Tol Cipali, Tol Palembang, Tol Lampung itu berlubang dan tidak rata. Ini menunjukkan adanya pencurian dalam proyek-proyek tol tersebut.

Dalam diskusi tersebut, Dr. Abdullah juga menuturkan ini menunjukkan korupsi sudah dalam perencanaan. Jadi kontrol DPRD itu tidak hanya pada rapat kerja saja antara komisi terkait dengan mitra kerjanya, tapi juga pada saat perencanaan. Sehingga korupsi itu diatas, dibatasi dan dihilangkan sejak pada perencanaan.

“Jadi kalau Kejagung menemukan seperti itu, jangan hanya melakukan semacam pencitraan seakan-akan bahwa Pemerintah itu serius.” Jelasnya.  

Dr. Abdullah juga menerangkan dalam diskusi tersebut bahwa proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung itu penuh korupsi. Dulu Jokowi mengatakan tidak akan menggunakan APBN dan sekarang menggunakan APBN dan merugikan negara.

Dikutip dari diskusi tersebut, Dr. Abdullah Hehemahua menyebutkan bahwa “Dengan begitu Jokowi harus dimintai pertanggungjawaban, begitu juga Sri Mulyani sebagai bendahara negara yang kemudian meluluskaan anggaran-anggaran itu harus juga dimintai pertanggungjawaban.”

“Sehingga kemudian kalau misalnya antara Mahfud MD dan Sri Mulyani mengatakan money laundry itu bukan korupsi, lantas selama ini yang ditangani KPK dalam kasus korupsi itu apa?” Tambah Dr. Abdullah.

Menurut Dr. Abdullah, money laundry itu masuk dalam bidang korupsi karena memenuhi unsur Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. “Jadi kalau ada money laundry yang bertentangan dengan peraturan perbankan. Maka itu sudah memenuhi Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor.” Jelas Abdullah Terkait dengan mens rea, Dr. Abdullah mengatakan bahwa dalam tindak pidana korupsi mens reanya dapat dilihat dari rekeningnya. Apakah ada sesuatu yang masuk ke rekeningnya atau yang diperoleh dari pihak-pihak tertentu yang berkaitan dengan pekerjaannya. Maka itu bisa menjadi bukti mens reanya dan disebut dengan suap pasif.

(Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H ketika menyampaikan pendapatnya saat diskusi)

Diskusi kemudian dilanjutkan dengan pendapat dari Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H, selaku narasumber kedua.

Dr. M. Taufiq menjelaskan bahwa berdasarkan struktur pengelolaan keuangan negara dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, diatur bahwa Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara artinya dia yang mengeola sumber-sumber keuangan dan pengawasan. Dan terkait kedudukan Presiden, maka merupakan pengelola keuangan negara.

Dr. Taufiq menyebutkan bahwa korupsi di Indonesia itu sumbernya 3 (tiga) yaitu anggaran, pengadaan barang dan jasa, dan pengawasan yang mana tidak ada mekanisme audit program yang efektif hingga saat ini.

M. Taufiq juga menyebutkan bahwa “Jadi penanganan korupsi yang modern itu bukan lagi follow the suspect (mengikuti pelakunya) tapi follow the money.”

Dijelaskan juga oleh M. Taufiq ketika kita melakukan pemberantasan korupsi dengan pendekatan follow the money maka akan ketemu. Dan PPATK memiliki kemampuan tracking korupsi dari sisi follow the money, maka KPK menemukan angka demikian besar dan patut curiga terhadap pengelolaan keuangan negara yang mana ada peran Presiden dan Menteri Keuangan Negara.

Dr. Taufiq mengatakan bahwa “Dengan pendekatan follow the money, sudah selayaknya presiden dan menteri keuangan itu yang bertanggung jawab, jika menteri keuangan bertanggung jawab maka semua menteri juga bertanggung jawab.”

Dalam diskusi tersebut dijelaskan pula oleh Dr. Taufiq bahwa ada 3 hal yang tidak dipisahkan ketika memberantas korupsi yaitu menghitung anggaran, pelaksaan pengadaan barang, dan pengawasan yang tidak menyertakan audit program. Sepanjang itu terjadi maka disebut dengan korupsi.

“Jika kita bicara korupsi itu delik jabatan, korupsi delik formil maka telah memenuhi unsur-unsur antara lain pebuatan melawan hukum, merugikan keuangan negara, menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan secara asas umum itu tidak bermanfaat. Jika keempat hal itu terpenuhi maka disebut dengan korupsi.” Tutur Dr. Taufiq

Terkait dengan penghitungan kerugian negara yang sering dilakukan oleh BPKP, Dr. Taufiq selaku Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia melihat dari sisi pidana itu tidak benar karena BPKP itu sifatnya hanya pelaporan atau asisten atau staff di bawah Presiden. Maka seharusnya auditnya adalah BPK.

Dalam salah satu statement terkahirnya, Dr.Taufiq mengatakan bahwa “Tetaplah masyarakat melakukan kritik sekecil apapun dan kritik tersebut akan lebih efektif menggunakan media sosial.”

Tinggalkan Komentar