SOLO – Tata pemerintahan yang ideal selain memerlukan seperangkat aturan yang berkeadilan dan pemerintah yang amanah, juga meniscayakan diperlukannya partisipasi masyarakat dalam mengontrol jalannya roda pemerintahan. Sikap kritis masyarakat sangat diperlukan untuk mengimbangi kewenangan besar yang melekat pada penguasa berupa kewenangan membuat aturan dan kewenangan memerintah atau membuat kebijakan. Selain dilakukan masyarakat, fungsi kontrol idealnya juga dilakukan oleh partai-partai di parlemen.
Namun di periode kedua Jokowi sebagai presiden, hampir semua partai melebur dalam koalisi pemerintahan. Seolah tidak ada yang rela kehilangan “kue kekuasaan”. Kondisi politik yang demikian membuat rakyat harus berdiri sendiri, menjadi oposisi, berhadap-hadapan dengan elit kekuasaan.
Menjadi oposisi berarti mengemban tugas sebagai penyeimbang kekuasaan, mengoreksi setiap produk legislasi dan kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat. Oposisi berarti pula meneruskan perjuangan para pahlawan yang bercita-cita Negara Indonesia menjadi Negara makmur, adil dan sejahtera. Inilah hakikat menjadi oposisi, yang hari ini ditelantarkan oleh partai-partai pemburu kue kekuasaan.
Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., Presidium #KamiOposisi Soloraya menyatakan bahwa salah satu alasan terbentuknya gerakan ini merupakan rasa kekecewaan mereka terhadap Prabowo Subianto yang saat ini merapat ke Pemerintahan.
“Gerakan rakyat #KamiOposisi tidak dipungkiri merupakan sebuah perlawanan atas merapatnya Prabowo Subianto yang sebelumnya menjadi simbol perjuangan rakyat dan ulama’. Dukungan rakyat kepada Prabowo semasa Pilpres 2019 tidak lepas dari rekomendasi yang dihasilkan oleh Ijtima’ Ulama I-III. Namun, merapatnya Prabowo merupakan akhir dari dukungan rakyat sebagaimana pula diserukan oleh ulama PA 212,” ungkapnya dalam konferensi Pers yang digelar pada Rabu (23/10/2019) di Laweyan, Surakarta.
Gerakan ini hadir karena adanya rasa tidak puas dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode satu. Dalam bidang hukum, pemerintah memperlihatkan praktek disparitas pidana yang bertolakbelakang dengan keadilan. Di bidang ekonomi pemerintah gagal mewujudkan pemerataan ekonomi. Sedangkan Hak Asasi Manusia (HAM) begitu dilecehkan dengan pembungkaman dan tindakan represif aparat terhadap para demonstran, bahkan hingga jatuh korban jiwa.
“Fakta-fakta di atas merupakan rasionalitas munculnya gerakan #KamiOposisi yang dengan tegas menolak mendukung pemerintahan yang gagal dan abai terhadap perlindungan HAM. Sekalipun harus berdiri sendiri, rakyat akan tetap menggaungkan gerakan #KamiOposisi. Karena hidup merdeka mahal harganya, dan hanya akan diperjuangkan oleh orang-orang yang berani melawan akumulasi kekuasaan pada kelompok otoriter,” ungkapnya lebih lanjut.
Tinggalkan Komentar