DISETRAP

Pusat Informasi Hukum

Kerugian Pertamina 192 Triliun Tak Semata Hasil dari Minyak Oplos, Korupsi yang Sebenarnya Harus Dibongkar

Kerugian besar yang dialami oleh PT Pertamina (Persero) hingga mencapai 192 triliun rupiah dalam beberapa tahun terakhir menjadi sorotan utama publik dan pihak berwenang. Sebagian besar analisis menyebutkan bahwa kerugian ini disebabkan oleh praktik minyak oplos dan kelalaian dalam pengelolaan, namun ada aspek yang jauh lebih serius yang perlu dibongkar, yaitu dugaan praktik korupsi yang turut berperan besar dalam menciptakan krisis finansial yang dialami perusahaan energi negara tersebut.

Angka 192 triliun rupiah bukanlah jumlah yang bisa dianggap sepele, mengingat Pertamina merupakan perusahaan negara dengan tanggung jawab besar terhadap pasokan energi nasional. Di tengah proses penyelidikan yang dilakukan oleh pemerintah, berbagai pihak mengungkapkan bahwa kerugian ini disebabkan oleh sejumlah faktor yang lebih kompleks daripada sekadar kasus pengoplosan bahan bakar. Bahkan, sejumlah pihak menilai bahwa ada pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan pribadi dari ketidakteraturan yang terjadi.

DR. Muhammad Taufiq SH,.MH. dalam channel Youtubenya yang di upload pada tanggal 27 Febuari 2025 mengungkapkan bahwa kerugian Pertamina 192 Triliun tak semata hasil dari minyak oplos,melainkan korupsi yang harus diungkap.Memang, salah satu isu utama yang muncul adalah minyak oplos, di mana produk BBM yang dijual ke konsumen ternyata telah tercampur dengan bahan bakar yang kualitasnya lebih rendah. Praktik ini tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga memperburuk citra Pertamina sebagai perusahaan yang seharusnya menjaga kualitas dan standar produk.Namun, selain masalah minyak oplos, yang tak kalah krusial adalah persoalan korupsi yang melibatkan sejumlah oknum di dalam tubuh perusahaan. Sejumlah laporan menyebutkan adanya pengaturan anggaran yang diselewengkan, aliran dana yang tidak tercatat dengan jelas, dan proyek-proyek besar yang dikendalikan oleh segelintir orang untuk kepentingan pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa kerugian tersebut tidak hanya disebabkan oleh manajemen yang buruk, tetapi juga adanya praktek penyalahgunaan kekuasaan di dalam perusahaan.Kerugian besar yang dialami Pertamina sejatinya tidak hanya berasal dari faktor eksternal, seperti fluktuasi harga minyak global atau kegagalan dalam mengelola stok. Beberapa sumber di dalam perusahaan bahkan mengungkapkan bahwa adanya kebocoran anggaran dan manipulasi proyek besar yang melibatkan pejabat tinggi di Pertamina turut menjadi penyebab utama kerugian yang terjadi.Korupsi dalam bentuk mark-up harga proyek, penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang dan jasa, serta pemanfaatan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi diduga telah merugikan negara dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada yang selama ini diperkirakan. Sebagai perusahaan dengan aset yang begitu besar, kontrol internal yang lemah memungkinkan praktik-praktik tersebut berkembang tanpa terdeteksi dalam waktu lama.

Tinggalkan Komentar