DISETRAP

Pusat Informasi Hukum

Dalam Mediasi Penggugat Tetap Minta Jokowi Untuk Hadir Secara Pribadi dan Tunjukkan Ijazah Asli

Surakarta, 29 April 2025 — Pengadilan Negeri Surakarta hari ini kembali ramai dengan adanya agenda sidang mediasi dalam perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terkait dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Joko Widodo. Mediasi ini bertujuan untuk mempertemukan keinginan dan kepentingan kedua belah pihak, baik penggugat maupun tergugat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Perlu diingat bahwa proses mediasi bukan untuk menentukan sikap sepakat atau tidak sepakat mengenai gugatan yang dilayangkan, melainkan membuka ruang bagi kedua pihak untuk menyampaikan kepentingannya masing-masing dengan tetap fokus pada substansi pokok perkara, yakni dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Joko Widodo.

Dalam sidang hari ini, pihak berperkara telah menunjuk Prof. Dr. Adi Sulistiyono, S.H., M.H. sebagai hakim mediator yang akan memimpin jalannya mediasi. Mediator ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penggugat melatarbelakangi gugatan ini dengan keyakinan bahwa bukti kejujuran seseorang dapat dilihat dari rekam jejak akademiknya. Keterbukaan terhadap latar belakang ijazah dinilai sebagai wujud bukti integritas, yang dianggap sangat dapat menjadi penentu kepercayaan publik terhadap pejabat negara.

Mengingat bahwa dunia akademik di Indonesia pun menegakkan prinsip kejujuran dengan sangat disiplin. Dulu pada Maret Tahun 2000, Universitas Gadjah Mada (UGM) pernah mencabut gelar doktor Ipong S. Azhar karena kedapatan melakukan plagiasi dengan meniru hasil penelitian LIPI. Diperparah lagi dengan kejadian Universitas Lambung Mangkurat juga mencabut jabatan 11 guru besar setelah terbukanya tabiat mereka dengan melakukan manipulasi publikasi ilmiah melalui jurnal predator dan kongkalikong dengan penguji Kemenristekdikti tepatnya pada 11 Juli 2024.

Dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri Surakarta, Tim TIPU UGM berhasil menjadi pusat perhatian karena ketika di pengadilan menggunakan pita hitam. Dalam keterangannya, Kordinator Tim TIPU UGM mengatakan “Pita Hitam ini kami gunakan sebagai simbol matinya Pendidikan yang jujur di Indonesia”

Penggugat menekankan bahwa kejujuran adalah mata uang yang paling berharga. Ketidakjujuran disebut sebagai salah satu faktor penyebab lemahnya nilai tukar rupiah yang disebabkan oleh pemimpinnya sendiri dibandingkan dengan mata uang lain seperti euro yang lebih dipercaya.

Dalam mediasi ini, Dr. Taufiq dengan tegas menyatakan “bahwa tidak mungkin ada perdamaian apabila tergugat, Joko Widodo, tidak dapat menunjukkan ijazah aslinya secara terbuka di muka publik. Saya berpendapat, keterbukaan ini penting untuk mengembalikan kepercayaan rakyat dan menjaga martabat mantan pejabatan publik.” Proses mediasi diharapkan berjalan dengan prinsip keadilan, keterbukaan, dan tetap tunduk terhadap peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Tinggalkan Komentar