
Jakarta, 18 Oktober 2025 – Kampung Susun Bayam, sebuah permukiman di Jakarta Utara yang bersebelahan dengan Jakarta International Stadium (JIS), menjadi saksi bisu perjuangan panjang warga petani bayam untuk mempertahankan hak tinggal dan bertani. Dalam kunjungan terbaru, Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. yang telah mendukung kampung ini sejak tahun 2020 bersama Bunda Neno dan rekan-rekan lainnya, berbincang dengan Bang Furqon, salah satu pejuang utama warga, mengungkap lika-liku perjuangan mereka.
Kampung Susun Bayam dibangun pada masa Gubernur Anies Baswedan sebagai contoh revitalisasi permukiman yang manusiawi. “Pak Anies mencontohkannya sebagai living example, di mana warga tidak hanya direlokasi ke bangunan baru, tapi tetap diberi ruang untuk aktivitas, termasuk bertani bayam,” ujar Dr. Taufiq dalam percakapan tersebut. Warga, yang awalnya tinggal di bedeng-bedeng sederhana, diizinkan tinggal di apartemen susun sambil mengelola lahan pertanian di sekitarnya, bahkan dengan rencana rooftop untuk sawah hidroponik.
Namun, perjuangan memuncak setelah pergantian kepemimpinan. Setelah Anies lengser dan digantikan oleh Penjabat (PJ) Gubernur Heru Budi Hartono, warga menghadapi berbagai hambatan. Bang Furqon menceritakan bagaimana pada 2018-2022, di era Anies, mereka merasakan “kemerdekaan” sebagai petani bayam. “Kami diberi kantin sementara di JIS untuk moratorium, dan bertemu langsung dengan Pak Anies hingga tiga kali, melibatkan Sekda, Kepala Dinas Perumahan, dan Dinas Pertanian,” katanya.
Situasi berubah drastis pada 2023-2024. Warga berinisiatif masuk ke kampung setelah puluhan surat audiensi ke PJ Gubernur dan PT Jakarta Propertindo tidak direspons. “Kami hidup tanpa air dan listrik, mengandalkan genset dari donasi komunitas, tapi dituduh mencuri,” ungkap Furqon. Puncaknya, menjelang Ramadan 2024, Furkon ditangkap polisi tanpa negosiasi, ditahan selama dua bulan di penjara. “Seolah-olah saya pelaku kejahatan berat, dengan enam polisi dan tiga mobil,” ceritanya.
Furqon dibebaskan menjelang Lebaran dengan syarat tanda tangan pernyataan, yang ternyata menjadi “jebakan”. Saat dibebaskan, warga justru telah digusur paksa oleh polisi, TNI, dan petugas keamanan. “Barang-barang seperti kasur dan piring dibuang ke bawah. Ini seperti penjajah Belanda: tahan saya agar warga takut dan keluar,” katanya, menyoroti dugaan penggunaan hukum sebagai alat tekanan politik.
Dalam perjuangan ini, warga dibantu kuasa hukum seperti Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. dari Solo, yang datang tiap minggu secara sukarela, serta komunitas seperti IRIS, Bang Hary, Mas Wajid, dan Pak Samir. Dr. Taufiq juga mengatakan pernah meminta polisi menghentikan upaya hukum pada 2020-2022.
Kini, dengan Gubernur baru—disebut sebagai Pak Pram (Pramono Anung)—ada harapan baru. “Pak Pram se-ide dengan Pak Anies, sehingga memperbolehkan kami masuk kembali,” ujar Furqon. Warga berharap rooftop apartemen dibuka untuk pertanian sesuai master plan Anies, dan kampung dijadikan wisata edukasi pertanian. “Mohon tinjau ulang kinerja PT Jakarta Propertindo agar program Pak Anies berlanjut tanpa kendala,” pintanya.
Tak lupa Dr. Taufiq menutup video vlognya dengan pesan “Berjuanglah sungguh-sungguh, karena yang sungguh-sungguh pasti ada kemudahan.” Kisah ini mencerminkan isu hak warga kecil di tengah dinamika politik Jakarta, di mana warga Kampung Bayam, yang telah tinggal puluhan tahun, berharap dilindungi seperti warga negara lainnya.
Tinggalkan Komentar