
Surakarta, 27 Oktober 2025, Sejumlah aktivis dan tokoh nasional menggelar konferensi pers bertajuk “Adili Jokowi dan Makzulkan Gibran” di Cafedangan, Solo, pada 27 Oktober 2025, bertepatan dengan peringatan 97 tahun Sumpah Pemuda.
Acara yang diinisiasi oleh kelompok Mimbar Rakyat tersebut dihadiri oleh sejumlah figur publik seperti Roy Suryo, Rismon Sianipar, Michael Sinaga, dan beberapa aktivis dari berbagai daerah yang selama ini dikenal kritis terhadap keabsahan ijazah Joko Widodo.
Menurut Michael Sinaga, kegiatan itu semula direncanakan berlangsung di Desa Sawahan, Boyolali. Namun, acara tersebut dikabarkan mendapat penolakan dari sekelompok orang yang diduga mendapat instruksi dari pihak tertentu. “Kami sudah siapkan lokasi di Boyolali, tapi di lapangan muncul sekelompok orang yang menghalangi,” ungkapnya.
Akibat situasi itu, panitia memutuskan memindahkan kegiatan di Cafedangan Manahan Solo. Aktivis lokal Wuri Baret menambahkan, akses menuju lokasi awal bahkan sempat ditutup oleh kelompok yang disebutnya sebagai “orang bayaran”.
Dalam forum tersebut, para peserta menyerukan agar mantan Presiden Joko Widodo diadili dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dimakzulkan dari jabatannya. “Tema tahun ini kami fokuskan pada legalitas kepemimpinan dan persoalan ijazah pendidikan,” ujar Rismon Sianipar, yang juga menuntut pencabutan surat keterangan penyetaraan ijazah Gibran oleh Dirjen Dikdasmen.
Sementara itu, Roy Suryo memaparkan bahwa timnya telah mengantongi sejumlah dokumen legalisasi ijazah yang menunjukkan perbedaan signifikan antarversi.
“Kami menemukan tiga salinan legalisasi dari sumber berbeda, dan hasil telah menunjukkan indikasi kuat bahwa dokumen tersebut tidak autentik,” tegas Roy.
Ia juga menyatakan rencana untuk melanjutkan langkah hukum ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Informasi Pusat (KIP) agar data ijazah tersebut dapat dibuka ke publik.
Selain isu ijazah, Roy turut menyoroti pembangunan rumah baru bagi mantan presiden di kawasan Solo yang disebutnya berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Mantan Presiden dan Wakil Presiden. “Nilai tanah dan bangunannya diduga melebihi batas yang diatur undang-undang. Jika proyek ini dibiayai negara atau BUMN, tentu perlu penjelasan hukum,” ujarnya.
Tinggalkan Komentar