Ibadah Haji Mekkah

Haji Dan Bayang-Bayang Utang Infrastruktur

Mekkah (Disetrap.com) – Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi melakukan reformulasi penempatan petugas menyusul telah berpindahnya seluruh jamaah haji dari Madinah ke Kota Mekkah. Petugas haji dari Madinah akan ditempatkan di titik-titik strategis untuk melayani jamaah haji yang membutuhkan.

Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah PPIH 2019, Subhan Cholid mengatakan, seluruh jamaah haji dari Madinah telah tiba di Kota Mekkah, kemarin. Tidak hanya jamaah haji, petugas di Madinah juga ikut bergeser ke Mekkah untuk membantu melayani jamaah haji.

“Kita akan lakukan reformulasi penempatan petugas. Baik untuk pelayanan jemaah di sektor maupun di Masjidil Haram. Teman-teman petugas Madinah nanti sebagian akan kita tempatkan untuk membantu sektor khusus di Masjidil Haram,” kata Subhan kepada tim Media Center Haji (MCH) di Mekkah, kemarin.

Berdasarkan Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), jumlah jamaah haji Indonesia yang telah sampai di Arab Saudi per tanggal 01 Agustus 2019 pukul 11.25 Waktu Arab Saudi mencapai 184.285 orang. Jumlah jemaah ini berasal dari 442 kloter dengan jumlah petugas 442 kloter. Jumlah tersebut tersebar di tujuh zona tempat tinggal di Mekkah Al Mukarramah yang telah dilakukan penyesuaian dengan asal embarkasinya.

Tujuh zona tempat tinggal itu adalah Jarwal yang diperuntukan bagi jamaah haji asal Embarkasi Solo (SOC), Raudhah bagi jamaah asal Embarkasi Palembang (PLM) dan Jakarta-Pondok Gede (JKG), Syisyah bagi jamaah asal Embarkasi Aceh (BTJ), Medan (MES), Batam (BTH), Ujung Pandang (UPG), dan Padang (PDG).

Namun demikian ada petanyaan yang membayangi yakni. Apakah tahun-tahun mendatang jamaah haji Indonesia masih mendapatkan kesempatan menunaikan haji mengingat dana haji yang nota bene dana abadi berencana dipakai untuk membeayai pembangunan infrastruktur.

Perintah Presiden Joko Widodo untuk menginvestasikan dana haji sebagai pembangunan infrastruktur dinilai tidak tepat. Menurut MUI, penggunaan dana haji tidak halal bila dipakai di luar keperluan haji.

Hal itu ditegaskan oleh Wakil Ketua Komisi Hukum MUI, Ikhsan Abdullah dalam pernyataannya menjelaskan bahwa dana haji merupakan tabungan haji milik umat yang disimpan di bank pemerintah atas rekomendasi Kemenag. Pemerintah wajib hukumnya memperoleh izin dan persetujuan dari semua pemilik dana haji, bila hendak mempergunakannya untuk pembiayaan infrastruktur Negara.

Dikutip dari detikFinance (24/5), Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu menjelaskan dalam melakukan penempatan dana haji, BPKH harus senantiasa mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Begitu pun dengan investasi di surat berharga. Investasi surat berharga tersebut dilakukan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau biasa disebut dengan Sukuk.

Anggito Abimanyu dalam pernyataannya yang dikutip dari detikFinance mengatakan, “Jadi underlying-nya atau jaminannya adalah proyek, proyek pemerintah. Tapi akadnya ijarah, kayak kita sewa menyewa saja. Selama masa periode tersebut uangnya dipakai oleh pemerintah untuk membiayai proyek, setelah jatuh tempo dikembalikan seluruhnya, plus namanya imbal hasil. Itu setiap tahun imbal hasilnya bergantung pada akadnya.”

Lebih lanjut Anggota Abimanyu menjelaskan, “Dijamin dikembalikan, karena yang jamin adalah pemerintah sendiri, negara yang jamin. Jadi tidak usah khawatir, risikonya 0, dijamin oleh APBN. Plus ada jaminan dalam bentuk proyek. Misalnya proyek yang menguntungkan, itu tergantung pemerintah ya, itu penerimaannya bisa dijaminkan ke kita, setiap tahun kuponnya dibayar, sesuai dengan indikatif kuponnya atau yield-nya, dan saat jatuh tempo dikembalikan seutuhnya, utuh.”

Namun dalam kesempatan lain Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menegaskan bahwa tidak ada dana kelolaan haji yang digunakan untuk investasi langsung pada proyek infrastruktur. Anggota BPKH Bidang Investasi Beny Witjaksono mengatakan hampir 100 persen dana investasi disalurkan kepada surat berharga pemerintah dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Dikutip dari CNN Indonesia (20/6), Beny Witjaksono menuturkan bahwa BPKH hanya mencatat satu jenis investasi selain ke surat berharga, yakni investasi ke Bank Muamalat melalui Kementerian Agama. Investasi tersebut sudah dilakukan sebelum BPKH terbentuk pada tahun 2017. Tidak ada penyaluran dana haji yang diperuntukkan pada infrastruktur secara langsung.

Sebelum BPKH berdiri, telah ada investasi dalam bentuk Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Pada tahun 2017 investasi tersebut mencapai Rp. 36 Triliun. Dalam tiga tahun berturut-turut investasi telah jatuh tempo dan tersisa sekitar Rp. 18 Triliun – Rp. 20 Triliun di tahun 2019.

BPKH  telah mengkonfirmasi peruntukan dana investasi tersebut kepada Ditjen Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan. Namun pihak DJPPR tidak bisa menjelaskan secara gambling peruntukannya terkait proyek infrastruktur. Peruntukan dana tersebut mixing (campur), dan tidak secara jelas apakah untuk infrastruktur secara langsung atau tidak. Namun dalam kutipan CNN Indonesia (20/6), ada sarana kantor KUA, beberapa asrama haji, kampus UIN, dan sarana haji lain (yang dibangung pemerintah).

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji memberikan beberapa pengertian sebagai berikut:

  1. Keuangan Haji adalah semua hak dan kewajiban Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari Jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
  2. Dana Haji adalah dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji dana efisiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh Negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.
  3. Dana Abadi Umat yang selanjutnya disingkat DAU adalah sejumlah dana yang sebelumnya berlakunya Undang-Undang ini diperoleh dari hasil penyelenggaraan ibadah haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dana haji saat ini dikelola oleh BPKH sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang dan ditunjuk oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 jelas mengatur bahwa kegiatan pengelolaan haji itu nir laba dan untuk kemaslahatan ummat Islam bukan untuk yang lain.

Lebih lanjut dalam Undang-Undang tersebut BPKH memiliki kewajiban dalam pengelolaan dana haji yaitu:

  1. Mengelola Keuangan Haji secara transparan dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kepentingan Jemaah Haji dan kemaslahatan Umat Islam;
  2. Memberikan informasi melalui media mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya secara berkala setiap 6 (enam) bulan;
  3. Melaporkan pelaksanaan Keuangan Haji, secara berkala setiap 6 (enam) bukan kepada Menteri Agama dan DPR; dan
  4. Membayar nilai manfaat setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus secara berkala ke rekening virtual setiap Jemaah Haji.

Hendaknya dalam pengelolaan dana haji, BPKH dan pemerintah memperhatikan Undang-Undang yang berlaku dan memberikan transparansi pengelolaan dana karena pada dasarnya dana tersebut merupakan dana milik ummat yang ingin melaksanakan ibadah haji bukan ingin membangun infrastruktur. Selain itu, hendaknya dalam memberikan pernyataan, BPKH harus melakukan koordinasi terlebih dahulu sehingga tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.(mtq)

Tinggalkan Komentar