Disetrap.com- Tragedi sepak bola Indonesia yang sejauh ini menewaskan sekitar 131 orang di Malang, Jawa Timur, masih menyisakan duka yang mendalam.
Tragedi tersebut masih mendalami penyelidikan intensif baik dari pihak bentukan pemerintah ataupun dari pihak independen yang di prakarsai oleh Aktivis HAM. Dihimpun melalui kanal Youtube MT&P Law Firm, Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) Dr. M. Taufiq, SH.MH masih meragukan keabsahan dari penyelidikan yang dilakukan oleh tim bentukan pemerintah, dimana diketahui ada selisih angka yang cukup signifikan terkait dengan jumlah tembakan gas air mata. Di ketahui bahwa temuan tim bentukan pemerintah, ditemukan ada sekitar 11 tembakan gas air mata, namun temuan dari tim independen ada hampir sekitar 40 tembakan gas air mata, tentu hal tersebut menjadi polemik hingga adanya dugaan pelanggaran HAM.
Berdasarkan dengan penjelasan pada pasl 104 ayat (1) tentang Hak Asasi Manusia, Yang dimaksud dengan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitry/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination). Taufiq menyebutkan, bahwa kejadian yang terjadi di Kanjuruhan tersebut, merupakan salah satu peristiwa extra judicial killing atau pembunuhan secara tidak berhak. Bahkan implikasi yang terjadi bukan hanya kematian ratusan orang, namun juga meruntuhkan kepercayaan publik internasional terkait dengan peraturan sepak bola yang diselenggarakan di Indonesia. Taufiq juga menegaskan, bahwa pelanggaran HAM adalah dengan terpenuhinya unsur keterlibatan pemerintah.
Banyaknya korban dalam peristiwa di stadion Kanjuruhan menjadikan banyak simpati yang dilakukan secara simbolik, semisal dengan cara diantaranya adanya sholat berjamaah, beasiswa bagi korban dan sebagainya, namun menurut Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia tersebut ada yang lebih penting untuk dilaksanakan, “ada 3 yang harus dibenahi,kita harus memahamkan PSSI untuk mengetahui bahwa ada regulasi internasional dalam penyelenggaraan event olahraga adalah aman dari ancaman apapun / safe and secure dan standar ini tidak dipahami bahwa pada pasal 19 B, jangankan menembakan gas air mata untuk membawanya saja sudah dilarang, yang kedua, PSSI harus bisa membina terkait hubungan club dan supporter dan yang ketiga adalah club, dan keempat adalah aparat keamanan”.
“Saya berharap, semoga kedepannya seperti tentara dan polisi apabila itu ada pelanggaran jangan berlindung dengan alasan pelanggaran etik, karena resikonya hanya demosi, namun apabila ada tindak pidana maka tetap di pidana, polisi jangan bergaya militer, polisi harus pandai public speaking, jangan pelihara buzzer dan tetap tegakkan hukum.” pungkas Taufiq dalam podcast nya bersama PKAD Kamis, 13 Oktober 2022.
Tinggalkan Komentar