
Surakarta, 7 Oktober 2025 – Seorang mantan anggota Polri, Hendra, mengungkapkan kekecewaannya atas lambatnya penanganan laporan dugaan penggelapan dana senilai Rp 3,511,590,500 di Polresta Surakarta. Kasus yang dilaporkan sejak 20 Juni 2023 ini kini memasuki tahun ketiga tanpa perkembangan signifikan, meski telah naik ke tahap penyidikan pada Januari 2024. Dalam podcast Youtube “Salam Akal Waras Channel” yang tayang pada 6 Oktober 2025, Hendra menceritakan kronologi perkara yang melibatkan dugaan penipuan dalam proyek pengadaan bahan pangan untuk aparatur sipil negara (ASN) dan non-ASN di wilayah Sumatera Utara periode 2020, yang dikelola Kementerian Kesehatan.
Hendra, yang kini berprofesi sebagai pengusaha di Yogyakarta, melaporkan terlapor berinisial YN, seorang perempuan asal Prambanan, Klaten, atas dugaan penggelapan dana tersebut. “Ini bukan laporan sembarangan. Kerugiannya mencapai miliaran, tapi prosesnya seperti mandek. Sudah dua tahun empat bulan, dan saya bahkan harus keluarkan biaya tambahan hingga Rp 250 juta untuk audit forensik,” ujar Hendra dalam podcast yang dipandu mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Salam Akal Waras itu.
Kronologi Kasus
Menurut Hendra, proses awal berjalan lancar. Laporan masuk pada 20 Juni 2023 dan naik dari tahap penyelidikan (lidik) ke penyidikan (sidik) pada 26 Januari 2024. Namun, muncul perbedaan data penerimaan dana antara pelapor dan terlapor, di mana YN mengklaim semua dana telah lunas dan tidak ada unsur penggelapan.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, Hendra dan penyidik Unit 4 Reskrim Polresta Surakarta sepakat melibatkan auditor independen bersertifikat digital forensik. Biaya audit sebesar Rp 150 juta ditanggung Hendra sepenuhnya, dengan kesepakatan tertulis: jika tidak ada potensi kerugian, Hendra bersedia mencabut laporan; jika terbukti, penyidik akan bertindak profesional. Hasil audit yang dirilis sekitar Maret 2024 menemukan potensi kerugian sebesar Rp 2,693 miliar—sebuah temuan yang seharusnya mempercepat proses.
Namun, justru sejak temuan ini, kemajuan terhenti. Hendra mengaku Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang dulu rutin kini jarang diterima, terakhir pada Maret 2025. “Sejak April 2025, saya belum dapat SP2HP lagi. Penyidik bilang akan gelar perkara dan tentukan tersangka, tapi janji itu dari 2024 tak kunjung terealisasi,” tambahnya.
Dugaan Pungli dan Hilangnya Barang Bukti
Hendra tak segan melaporkan dugaan penyimpangan internal. Ia mengadu dua kali ke Bidang Propam Polda Jawa Tengah atas dugaan pungutan liar (pungli) oleh oknum penyidik. Pengaduan pertama terbukti, dengan pelaku dijatuhi sanksi disiplin dan dimutasi dari Reskrim. Pengaduan kedua, terkait penanganan perkara dan hilangnya barang bukti, masih berproses sejak September 2025. “Barang bukti ketelesut—hilang karena kelalaian. Ini bukan urusan pribadi, tapi negara. Bisa kena pasal penggelapan bukti atau obstruction of justice,” tegas Hendra.
Ia menilai hilangnya barang bukti menjadi penghalang utama. Meski penyidik yang bersangkutan telah dimutasi, proses penyidikan terdampak. Hendra juga mengkritik minimnya pemanggilan terlapor. “YN dipanggil dua kali, tapi tak pernah hadir. Padahal, undang-undang jelas: dua kali mangkir, bisa penjemputan paksa atau penangkapan. Ini seperti PHP—harapan palsu.”
Upaya penyitaan rekening koran terlapor juga terhambat. Hendra telah berikan kuasa penuh ke penyidik untuk tarik data dari bank Himbara (BNI, BRI, Mandiri), tapi proses mandek. “Penyidik bilang akan ajukan ke Polda, tapi sampai Oktober 2025 belum ada kabar.”
Hendra memberikan apresiasi tinggi kepada Propam Polda Jawa Tengah atas respons cepat dan bebas pungli. “Mereka normatif dan profesional. Semua polisi seharusnya seperti itu,” katanya. Namun, ia menuntut kepastian hukum dari Polresta Surakarta. “Proses ini sudah terlalu lama. Hukum acara kita harus cepat, murah, dan pasti. Ini malah lambat, mahal, dan tak pasti.”
Sebagai mantan polisi yang pernah dipecat karena pelanggaran masa lalu, meski ia kini bertobat—Hendra berbagi pelajaran hidup. “Saya percaya hukum karma: apa yang ditanam, itu yang dituai. Dulu saya nakal, dipecat. Sekarang, saya cari keadilan.”
Hingga berita ini diturunkan, Polresta Surakarta belum memberikan konfirmasi resmi terkait kasus ini. Podcast tersebut juga menyentuh kasus serupa, seperti laporan Mbak Wulan ke Polres Sragen yang mangkir pemeriksaan. Hendra berharap kasusnya menjadi momentum reformasi penegakan hukum. “Saya tak minta spesial, hanya keadilan. Sudah terlalu banyak biaya dan waktu terbuang.”
Tinggalkan Komentar