Disetrap.com- Di tengah kondisi bangsa Indonesia yang mengalami krisis moral yang ditandai dengan maraknya korupsi, tingginya kejahatan, peredaran narkoba, dan konflik horizontal, peran madrasah sangat penting dalam pembentukan generasi muda yang berkarakter, di samping kompeten dalam bidang keagamaan dan sains. Sebagai contoh, korupsi tidak saja dilakukan oleh kepala daerah tapi juga anggota DPR pusat dan daerah, konflik antar pemeluk agama di Aceh dan Papua, dan terakhir bencana kabut asap akibat keserakahan manusia.
Dalam UU Sisdiknas tahun 2003 yang masih berlaku saat ini, Madrasah tertulis secara gamblang dalam pasal tentang satuan pendidikan dasar di Pasal 17 Ayat (2). Ayat itu berbunyi “Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.Berbeda di draf RUU Sisdiknas yang telah beredar, kata Madrasah tidak lagi tercantum.
Madrasah dalam sejarah pendidikan Indonesia memegang peranan yang sangat penting, dimana lahirnya para cendikiawan Indonensia yang mempelopori pendidikan di Indonesia merupakan produk yang dikeluarkan oleh Madrasah.
Menurut Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia, Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H penghapusan nama “Madrasah” merupakan sikap yang diambil untuk sinkroisasi guna menghilangkan kesan anti toleran, padahal tindakan tersebut sangat tidak berkaitan sama sekali dan jauh dari visi pendidikan.
Doktor jebolan UNS tersebut juga menentang keras adanya penghapusan nama madrasah “saya seorang ayah dengan 4 orang anak, yang mana anak saya 1 sedang menempuh pendidikan tiggi dan 1 lagi sekolah di madrasah, maka saya akan menggugat kepada siapapun yang mendukung keinginan pak Menteri untuk melakukan penghapusan kepada Madrasah.” Pungkasnya dalam podcast yang dilakukan di channel youtube MT&P Lawfirm (28/03/22)