Kasus Aktifis Lingkungan Jepara “Polisi Akui Tidak Ada Bukti”

Disetrap.com- Persidangan kasus Aktifis Lingkungan Jepara melawan Pengelola Tambak kini terus bergulir. Sidang atas dugaan pelanggaran Pasal 335 ayat (1) KUHP dengan agenda pemanggilan saksi-saksi termasuk saksi perbalisan akui tak ada bukti. Sidang dengan agenda keterangan saksi-saksi tersebut dilaksanakan pada minggu lalu, Kamis (21/04/2022) di Pengadilan Negeri Jepara.

Menurut keterangan salah satu saksi (M) dipersidangan tersebut menyebutkan bahwa terdakwa (DA) tidak mengacungkan parang seperti yang disampaikan oleh pelapor dalam laporan polisinya.

Dalam persidangan agenda saksi tersebut Penasehat Hukum terdakwa (DA) memutarkan video yang berdurasi kurang lebih 3 menit dimana pelaporlah yang mendatangi terdakwa (DA). Dan di dalam video tersebut terdakwa (DA) tidak terbukti mengacungkan parang kepada pelapor seperti yang disampaikan oleh pelapor.

“Bagaimana mungkin klien kami mengacungkan parang kepada pelapor sedangkan di lokasi tersebut terdakwa (DA) sedang bersama keluarga dan baru saja melakukan pekerjaan kerja bakti membersihkan lahan. Dan di dalam video tersebut terbukti pelapor mendatangi terdakwa (DA) dan berbicara kepada terdakwa (DA) dengan menggunakan nada yang tinggi” tutur Dyah Liestriningsih selaku salah satu kuasa hukum terdakwa (DA), Selasa (26/04/2022).

Dyah juga mengungkapkan 4 (empat) saksi perbalisan dari kepolisian saat persidangan tidak ada yang mampu menunjukkan alat bukti  berupa senjata tajam atau video bahwa terdakwa (DA) mengacungkan parang seperti yang dituduhkan.

 “Dari kami mengorek beberapa pertanyaan kepada saksi perbalisan dari kepolisian, akan tetapi tak satupun mampu menjelaskan dimana sebetulnya posisi alat bukti” imbuhnya.

Sementara itu menurut Dr. Muhammad Taufiq. S.H., M.H yang merupakan Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa (DA) menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2006 menyebutkan alat bukti persidangan itu ada 2 (dua).

“Sesuai dengan putusan MK Tahun 2006 bahwa alat bukti  persidangan itu minimal adanya 2 (dua) alat bukti, apabila alat bukti hanya korban maka perkara tersebut tidak bisa disebut sebagai tindak pidana” ungkapnya.

Dyah menambahkan bahwasannya perkara tersebut terkesan dipaksasan sehingga di dalam persidangan ia meminta kepada Majelis pemeriksa perkara agar memeriksa kondisi kejiwaan pelapor.

“Dari fakta persidangan ini makin mengerucut, dengan dihadirkannya saksi ini semakin membuat terang  bahwa perkara tersebut bukanlah merupakan suatu tindak pidana. Namun semata-mata mungkin pelapornya sakit jiwa ” pungkasnya.[]

Tinggalkan Komentar