Disetrap.com- Kasus Sambo Simpang Siur Polisi Membingungkan Awak Media
Apa Sanksi bagi Polisi yang Melanggar Kode Etik? Termasuk Sambo?
Polisi tidak henti-hentinya menjadi perbincangan di media sosial. Perbincangan tersebut terjadi menyusul viralnya tagar #percumalaporpolisi. Banyaknya laporan dan aduan mengenai buruknya kinerja lembaga kepolisian melatarbelakangi viralnya tagar tersebut.
Munculnya berbagai aduan dan laporan tersebut, masyarakat meminta agar polisi juga mendapat hukuman apabila melanggar hukum. Pada kenyataanya, polisi memang bisa dikenakan hukuman apabila melanggar peraturan. Salah satu hukuman dapat diberikan kepada anggota kepolisian yang melanggar kode etik. Lantas, apa saja kode etik kepolisian?
Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, etika kepolisian setidaknya memiliki empat lingkup.
Pertama, etika kenegaraan, yakni sikap moral Anggota Polri terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kebhinekatunggalikaan.
Kedua, etika kemasyarakatan, yakni sikap moral Anggota Polri yang senantiasa memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan mengindahkan kearifan lokal dalam budaya Indonesia.
Ketiga, etika kelembagaan, yakni sikap moral Anggota Polri terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasetya.
Keempat, etika kepribadian, yakni sikap perilaku perseorangan Anggota Polri dalam kehidupan beragama, kepatuhan, ketaatan, dan sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Anggota kepolisian yang melanggar kode etik tersebut dapat dikenai hukuman. Penjatuhan hukuman akan ditentukan setelah polisi yang diduga melakukan pelanggaran kode etik diperiksa oleh Divisi Propam Kepolisian. Karenanya penonaktifan Irjen Sambo menjadi awal pembuka kasus Bripol Joshua. Masyarakat yang ingin melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dapat disampaikan melalui Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) yang ada di kantor polisi terdekat.
Aturan mengenai hukuman yang dapat dikenakan kepada anggota polisi pelanggar kode etik tertera pada Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 22 dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa: Pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan b. Pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i.
Sanksi administratif berupa rekomendasi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf d, dan huruf f diputuskan melalui Sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Karenanya jika Irjen Sambo dianggap tidak profesional ia terancam sanksi administrasi pemecatan dan pidana penjara. Wajar polisi memberi penjelasan lengkap kenapa Sambo dibawa ke MAKO BRIMOB.
Berikut penjelasan Dr.Muhammad Taufiq.SH MH Ketua PSHK(Ketua Pusat Studi Hukum Kepolisian) FH UNISSULA Semarang kepada Disetrap.com
“Aturan mengenai hukuman yang dapat dikenakan kepada anggota polisi pelanggar kode etik tertera pada Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 22 dalam peraturan tersebut menyebutkan : (1) Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH dikenakan melalui Sidang KKEP terhadap : a. pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan b. pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i. (2) Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf d, dan huruf f diputuskan melalui Sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap” ujar M Taufiq kepada Disetrap.com Minggu (07/08/2022)
[][][]