Disetrap.com- Ditengah kontroversi karena dinilai banyak pasal krusial, dan penolakan masyarakat, akhirnya UU KUHP disahkan pada Selasa (6/12/2022).
Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indoensia (AAPI) Dr Muhammad Taufiq, SH MH menilai ada beberapa pasal krusial yang berhubungan dengan negara dan ketertiban umum.
Taufiq memberikan contoh beberapa pasal krusial tersebut, seperti pasal 218, siapa yang mengkritik presiden akan dipidana 3,5 tahun. Menghina presiden di pasal 219 akan dihukum 4 tahun.
“Pasal 240, ini aneh menghina pemerintah dihukum 3 tahun. Pasal 241 menyebarkan tulisan yang bernada menghina pemerintah dihukum 3 tahun. Dalam Pasal 273 berdemontrasi dikenakan pidana,” jelas Taufiq kepada Disetrap.com, Selasa (6/12/2022).
Padahal, menurut Taufiq, MK pada tahun 2006 itu sudah mencabut pasal penghinaan terhadap kepala negara. Meskipun sebenarnya pencabutan Pasal 134 pada tahun 2006 itu terlambat waktunya.
Yang perlu diketahui, pasal itu (penghinaan kepala negara) diterapkan berdasarkan KUHP Belanda untuk tanah jajahannya.Karena kepala negara Belanda itu seorang raja (Ratu Wilhelmina). Di negara demokrasi tidak ada pasal menghina presiden.
“Tetapi yang harus diketahui sejak dahulu sampai sekarang di Belanda itu tidak ada pasal penghinaan kepada pemerintah atau pejabat pemerintah. Karena pejabat pemerintahnya Perdana Menteri dan para menteri. Nah sekarang pasal itu dihidupkan kembali. Ini ahistoris, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi,” ungkap Taufiq.
Taufiq juga mempertanyakan, kenapa pemerintah merasa dihina? Bukankah mereka mendaptkan fasilitas publik, dibiayai negara. Itu tidak fair.
Unjuk rasa harus ijin
Dalam KUHP baru ini, Taufiq menerangkan jika unjuk rasa (demonstrasi) harus ijin. Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya, yang cukup melakukan pemberitahuan saja.
“Ini benar-benar UU yang melanggar hak-hak demokrasi warga negara. Ini kemunduran,” ujarnya.
Tentang pendapat seorang menteri yang megatakan silakan mengajukan ke MK, Taufiq menilai itu tidak bijak. Karena seharusnya memberlakukan hukum itu dengan cara tidak melanggar hukum hak-hak warga negara.
“Silakan mengajukan ke MK, ini kan namanya bukan UU. Hukum itu yang bermanfaat bagi masyarakat. Kalau hukum menyusahkan warga negara, negara ini mundur persis pada masa pendudukan Belanda,” ungkap peneliti Pusat Studi Ilmu Kepolisian.
Taufiq secara tegas menyatakan, rakyat harus melawan. Ajukan gugatan ke MK. Terutama pasal-pasal perampasan kemerdekaan, karena itu menodai demokrasi.
“Corak pemerintahan ini berubah, dari demokrasi ke oligarki. Itu harus dilawan,” kata Dosen Hukum Unisula Semarang tersebut.[][][]
Tinggalkan Komentar