
Disetrap.com- Peristiwa bentrok di Morowali yang terjadi 14 Januari 2023 lalu telah menghebohkan dunia perburuhan. Bentrok antara pekerja asing dan pekerja tanah air pada pabrik smelter nikel milik China yang mengakibatkan 2 korban jiwa yang terdiri dari satu TKA China dan satu TKI serta tiga korban yang luka-luka. Akhirnya 17 orang ditetapkan tersangka yang kesemuanya adalah tenaga kerja indonesia berdasarkan pemeriksaan 67 orang oleh polisi.
“Nalarnya kan itu bentrok–tawuran ya, berarti ada dua kelompok yang saling serang maka kenapa tersangkanya hanya dari satu kelompok saja”, ujar Edy Mulyadi yang dilansir dalam channel Youtube Muhammad Taufiq & Partners Law Firm dan Bang Edy Channel.
Muhammad Taufiq selaku Ahli Hukum Pidana menanggapi hal tersebut. Menurutnya, dari sisi hukum harus dipahami terlebih dahulu mengenai aspek hukum nasional, apakah hukum nya itu memakai hukum tenaga kerja, hukum perusahaan, dan lainnya. Dalam hal ini, Taufiq mengomentari bentrok Morowali dari ranah hukum pidana, yaitu mengenai asas-asas hukum pidana yang terdiri dari 2 asas. Pertama, Asas Nasional Aktif yang menafsirkan bahwa hukum pidana akan mengikuti kemanapun Warga Negara Indonesia berada meski diluar maupun di dalam negara Indonesia. Kedua, Asas Nasional Pasif yang menafsirkan bahwa apapun dan siapapun pelaku kejahatannya, jika kepentingan Indonesia ada di situ maka indonesia harus aktif.
Jika dikaitkan dengan asas-asas itu, maka ketika memproses sebuah perkara, seperti peristiwa Morowali ini, yang dipandang mirip dengan Kanjuruhan, yaitu tidak jelas siapa tersangkanya. Bahkan, sudah dibangun framing bahwa tidak mungkin menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Jangankan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan saja tidak masuk sehingga artinya tidak mungkin dituntut lebih dari 10 tahun.
“Jadi jika kita bicara Morowali, dalam hukum pidana itu ada yang namanya asas kausalitas, apa itu sebab akibat, misalkan kenapa mereka terjadi perkelahian, kan harus diusut, pemicunya apa, kalau pemicunya adalah ketidakadilan, maka ketidakadilannya dimana, ini kan tidak pernah diuraikan”, papar Taufiq dalam channel Youtube Muhammad Taufiq & Partners Law Firm dan Bang Edy Channel.
Mengenai kasus Morowali ini, ada ketidakadilan karena PT GNI tidak menerapkan prinsip-prinsip perusahaan yang baik, misalnya mengenai kesehatan keselamatan kerja.
Hal lain yang menjadi gugatan pekerja PT GNI pada demo sebelumnya tanggal 22 Desember 2022 adalah tidak adanya sirkulasi udara yang memadai pada 400 meter kedalaman peleburan dengan panas luar biasa, dan yang masih sangat normatif adalah tidak ada APD (alat pelindung diri) dan alat yang memadai. Mereka juga memotong upah pekerja secara sembarangan.
“Kalau tenaga kerja gak masuk, gaji dipotong 400.000, padahal gajinya cuma 3 juta”, ujar Edy Mulyadi.
Eddy meneruskan bahwa tenaga lokal pun dibayar maksimal 7 juta, sedangkan tenaga kerja asing cina yang hanya sama-sama tukangnya (pekerjaannya sama) dibayar mulai 25 juta dengan fasilitas yang memadai.
Sebelumnya, para pekerja telah berdemo untuk mengajukan delapan tuntutan yang hasilnya tujuh dipenuhi dan satu tidak. Namun, walaupun ketujuh dari delapan tuntutan mereka dipenuhi, sebenarnya tujuh tuntutan itu merupakan hal yang mendasar bahkan menyangkut nyawa. Disinilah letak perusahaan asing tersebut mengabaikan prinsip-prinsip perusahaan yang baik. Lalu tuntutan yang satunya adalah agar teman yang dipecat pada demo sebelumnya dipekerjakan kembali.
Menanggapi kerusuhan ini, Eddy menyatakan bahwa ketika itu Jokowi memerintah prabowo untuk mengusir tuntas pelaku kerusuhan. Menurut Taufiq, yang mengusut pelaku kerusuhan ini berarti mereka sudah divonis bersalah dulu, mestinya peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan kematian atau beberapa orang luka dan kebakaran itu yang diusut, sehingga hal demikian masihlah independen. Menegaskan akan hal itu, apabila telah mengusut kerusuhan berarti sebelum ada proses penyelidikan, sudah ada stempel terlebih dahulu bahwa terdapat pelabelan adanya kerusuhan. Dalam hal ini, yang tidak benar dalam ilmu pidana dinamakan ‘disparitas’ perbedaan perlakuan, tidak boleh sebelum ada proses penyelidikan dan penyidikan, tidak boleh orang disebut sebagai perusuh.
Kembali menyinggung delapan tuntutan tadi, salah satunya adalah perbaikan keselamatan kerja. Baru- baru ini viral seorang seleb tiktok yang menjadi korban jiwa karena buruknya keselamatan kerja perusahaan. Pada kasus tersebut polisi tidak mengusut kematian korban. Padahal, jika ada yang meninggal secara tidak wajar itu ada pasal dilanggar menurut Pasal 359 KUHP karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain atau luka-luka berat.
“Lalu kenapa cuma diberi santunan”, ujar Taufiq. Taufiq melanjutkan jika orang masih terikat hubungan kerja maka santunan sudah menjadi kewajiban perusahaan sehingga bukan suatu hal yang istimewa.
Edy Mulyadi kemudian membahas berita dari CNN terkait bentrok maut Morowali Utara dan bom waktu TKA di Indonesia. Di dalam berita itu, sebenarnya bom waktu itu terjadi karena kelonggaran pemerintah terhadap TKA asal China yang sekarang jumlahnya mencapai 55% dari seluruh jumlah TKA sehingga disebutkan juga kasus Morowali perlu diselesaikan secara lebih komprehensif. Bom waktu ini berkaitan dengan kisah lama zaman COVID-19. Pada saat itu, rakyat ‘dikerangkeng’ tidak boleh kemana-mana jika keluar maka akan dikenakan pasal membuat kerumunan. Namun, malah TKA China saat itu bergelombang seperti tsunami yang dibela oleh menteri ‘Atasi Segala Urusan’.
Bom waktu itu tidak salah karena harus dipahamkan juga bahwa Indonesia ini sudah muncul banyak ketidakadilan. Yang menonjol adalah ketidakadilan hukum, ketidakadilan keuangan, dan ketidakadilan ekonomi. Dan sekarang ini terjadi ketidakadilan ekonomi karena bagaimana mungkin sebuah pekerjaan yang sama, spesifikasinya sama bisa membuat standar gaji yang berbeda sehingga salah satu pemicu orang untuk menuntut keadilan adalah ketidakadilan dalam bidang ekonomi.
“Maka itu yang seharusnya kita tuntut dari Pak Jokowi. Walaupun sudah banyak peristiwa-peristiwa yang meruntuhkan kredibilitas Pak Jokowi,” ujar Taufiq. Masih menurut advokat kondang Solo ini, Ia tidak sepakat apabila digunakan frasa ‘mengusut kerusuhan’, karena dalam hal ini berarti sudah ada kelompok dulu yang dituduh perusuh.
“Bahasanya pak jokowi ini selalu bahasa ekonomi, tidak ada bahasa hukum ataupun bahasa keadilan. Seharusnya pemerintah mengantisipasi dalam bentuk keadilan ekonomi kemudian keadilan hukum. Jadi jika mau memeriksa jangan hanya TKI tapi juga TKA, karena sebelum ini dari video yang beredar viral, pekerjaan mereka tenaga china tidak rapi akhirnya diselesaikan pribumi,” pungkas Taufiq dalam channel Youtube Muhammad Taufiq & Partners Law Firm dan Bang Edy Channel.
SUARAKAN TERUS PERLAWANAN!!
BANGKIT MELAWAN ATAU DIAM TERTINDAS!!
Tinggalkan Komentar