Disetrap – Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Ferdi Sambo mendapat apresiasi dari Ketua Pusat Studi Ilmu Kepolisian FH Unissula Semarang, Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H.
Taufiq mengatakan, keputusan Majelis Hakim yang dipimpin Wahyu Iman Santosa ini diluar perkiraan semua orang.
Menurut Taufiq, dalam memutuskan perkara yang menjadi perhatian masyarakat Indonesia ini, majelis hakim mampu mengatasi dan keluar dari tekanan yang dilakukan berbagai pihak.
“Dengan segala tekanan yang diterima, majelis hakim menjatuhkan vonis diluar perkiaraan semua pihak, yakni hukuman mati kepada Ferdi Sambo,”katanya Selasa (14/02/2023)
Dalam memutus perkara ini majelis hakim tetap memegang teguh sikap kemandirian dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengadil.
Dikatakannya meskipun Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 20 tahun kepada terdakwa Ferdi Sambo, 8 tahun kepada Puteri Chandrawati dan 12 tahun penjara kepada Bharada Eliezer, namun dalam memutus perkara, majelis hakim berani keluar dari kemapanan.
“Sikap independen majelis hakim dijalankan. Hakim berani keluar dari ruang kemapanan. Sebab kita tahu bahwa selama ini, dalam memutus perkara hakim dituding terlalu mapan. Dalam kasus ini, majelis hakim masih mendengar suara masyarakat dengan menjatuhkan hukuman maksimal berupa vonis mati kepada terdakwa Ferdi Sambo,”tegasnya.
Dalam amar putusannya pertimbangan hukumnya juga sangat akademis. Meniadakan alasan pemaaf bahwa dia bersekonggkol. Disitu komulatif. Taufiq menuturkan, Sambo juga diputus turut serta menghilangkan barang bukti.
Kalau dibaca, dia turut serta, berarti ada pelaku utama dan kemungkinan akan ada seseorang yang akan dijatuhi hukuman mati.
Menganalisa hal tersebut, Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H, selaku Presiden Asosiasi Ahli Hukum Pidana Indonesia (AAPI) menegaskan untuk jangan berpuas dulu dengan putusan yang telah dijatuhkan. “Satu hal yang saya ingatkan, masyarakat harus terus mengawal kasus ini. Jangan lupa sistem peradilan di Indonesia itu bertingkat. Artinya masih ada upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali. Proses hukumnya masih panjang. Bisa saja hukumannya berubah. Makanya masyarakat harus mengawal kasus ini,”pungkasnya.