(24/03/2023) Dilansir dari channel Youtube Muhammad Taufiq & Partners Law Firm, telah diunggah konten terkait dengan kasus Gus Nur dan Bambang Tri yang dituntut 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surakarta. Dalam konten tersebut Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., selaku ahli pidana ditemani oleh Andika Dian Prasetyo, S.H., membahas mengenai 3 hal.
Yang pertama yakni penanganan empiris dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1946. Undang-undang tersebut dibuat pada masa Belanda yang kemudian diberlakukan oleh Pemerintahan Indonesia di zaman Soekarno. Sepanjang sejarah, undang-undang tersebut tidak pernah dipakai untuk menjerat warga negara.
“Mulai dari era Soekarno kemudian Soeharto kemudian Gusdur kemudian Megawati kemudian SBY” tambah Dr. Taufiq
Baru di Tahun 2018, kasus Ratna Sarumpaet dikenakan pasal tersebut dan ancamannya tidak dahsyat, divonis 2 tahun dan dituntut 6 tahun.
Dr. Taufiq juga menambahkan “Pasal ini tidak pernah diberlakukan dari masa ke masa, kecuali pada masa pemerintahan Pak Jokowi.”
Yang kedua yakni terkait unsur-unsur dakwaan. Mendasar pada Pasal 143 KUHAP, dimulai dari pemberkasaan atau berita acara dakwaan, ada 2 hal penting dalam dakwaan yaitu harus terpenuhinya unsur dan terpenuhinya alat bukti.
Kalau melihat persidangan demi persidangan sampai kemudian tuntutan dengan menggunakan Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 dengan ancaman 10 tahun.
Dr. Taufiq sebagai ahli pidana mengatakan “Jaksa ini kebingungan.”
Pasal 14 ayat (1) beserta penjelasannya sebenarnya sudah kehilangan pijakan. Karena semua pasal-pasal yang ada sebelum KUHP di unifikasi itu harus diintegrasi.
“Nah Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ini tidak pernah diintegrasi. Jadi aneh” tegas Dr. Taufiq.
Saya berkesimpulan sebagai ahli pidana,
“Dakwaan dan tuntutan jaksa ini jelas yang membuat bukan Kejaksaan Surakarta. Saya meyakini. Karena tuntutannya tidak nyambung dengan dakwaan.”
Pada dakwaan pasalnya alternatif, dakwaan komulatif. Tapi tau-tau tuntutannya menggunakan pasal tunggal.
“Oleh karena itu saya berharap, pengacara dalam kesempatan ini menggunakan argumen saya sebagai bagian dari pembelaan.”
Dan yang terakhir adalah pembuktian di depan persidangan. Kalo mendasar pada penggunaan Pasal 14 ayat (1) tentang hoaks, selama persidangan hoaks itu tidak pernah terbukti.
“Dari fakta-fakta ini menunjukkan bahwa negeri ini anti kritik dan disalahgunakan sedemikian rupa.”
Dr. Taufiq kembali menegaskan bahwa, “Tuntutan ini yang buat bukan Kejaksaan Surakarta.”
“Para jaksa itu merupakan mahasiswa saya dan saya tidak pernah mengajarkan dakwaan yang tidak urut.” Tegasnya.