JOKOWI HARUSNYA PENUHI JANJI, BUKAN CAWE-CAWE

(Diskusi Rubrik Dialogika yang membahas pernyataan cawe-cawe Jokowi dan dihadiri beberapa narasumber)

Disetrap.com- Ada satu pernyataan Presiden Jokowi pada 29 Mei lalu yang sangat menarik perhatian. Dalam pernyataannya, Jokowi menyebut akan cawe-cawe dalam pemilihan presiden 2024. Namun, cawe-cawe yang dimaksud adalah dalam konteks yang positif, masih dalam koridor aturan dan tidak melanggar undang-undang.

Cawe-cawe sendiri dalam bahasa Indonesia diartikan ikut campur, ikut mengurusi. Pernyataan tersebut sontak menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan.  Dr. Riyan, M.Ag., pun juga turut memberikan tanggapannya. Dari channel youtube Muhammad Taufiq & Partners Law Firm, Dr. Riyan menyebutkan bahwa pernyataan Presiden itu netral.

“Jadi makna ini kalau coba kita tempatkan itu netral dilihat dari sisi bahasa” tutur Dr. Riyan

“Memang dalam pernyataan itu ada yang merasa diuntungkan dan dirugikan. Bagi mereka yang diuntungkan beranggapan namanya juga Presiden. Tapi kalau yang merasa dirugikan, menganggapnya berarti Jokowi itu gak netral, memihak salah satu.” Tambah Riyan

Tidak hanya dari sisi bahasa, Dr. Riyan juga menjelaskan pernyataan Presiden dari sisi politik. Menurutnya, dari sisi politik Presiden ingin menjaga perasaan dari semua pihak.

Jika dilihat dari psiklogi politik, Riyan menyebutkan apa yang terjadi dengan presiden hari ini itu kecemsannya tingkat tinggi dan tidak bisa ditutupi lagi. Cawe-cawe yang dilakukan Jokowi juga sudah termasuk pelanggaran.

“Ini sudah pelanggaran yang dilakukan jokowi dalam etika berpolitik dan berdemorkasi” tambah Riyan.

Tidak hanya Dr. Riyan, dalam diskusi Rubrik Dialogika terdapat narasumber lain yaitu Asyari Usman. Menurut Asyari, cawe-cawe Presiden dalam setahun belakang ini sudah terlihat.

“Hampir setahun belakang ini, cawe-cawe Presiden sudah terlihat. Pergi sama Ganjar, pergi sama Prabowo.” Tutur Asyari

“Nah ini udah menunjukkan terang-terangan kalau cawe-cawe” tambah Asyari

Menurut Asyari yang diungkapkan dalam diskusi tersebut, cawe-cawe yang dilakukan Presiden Jokowi ini dapat dilihat dari segi obyektifnya. Presiden Jokowi ingin program-program besarnya yang sudah dimulai diharapkan dapat menjadi warisan untuk diteruskan oleh penerusnya.

Selain itu, cawe-cawe Presiden juga menujukkan adanya kekhawatirannya.

“Dugaan banyak orang, dia khawatir akan potensi masalah/pelanggaran hukum yang dilakukan Jokowi secara direct maupun indirect” kata Asyari

“Selain itu, banyak penyelesaian masalah yang belum selesai yang berujung pada dimana pertanggung jawaban Jokowi” tambah Asyari

Dr. Muhammad Taufiq yang merupakan ahli pidana juga memberikan reaksinya atas pernyataan Jokowi.

“Cawe-cawe dalam etimologi bahasa Jawa artinya itu ikut campur/intervensi. Harusnya yang benar itu aku ora cawe-cawe.” jelas Taufiq

Pernyataan cawe-cawe Presiden Jokowi tersebut telah melewati 3 dimensi yaitu dimensi konstitusi, legitimasi kekuatan politik dari kontestasi Pilpres 2024, dan mengesankan bahwa negara tidak punya potensi yang lebih baik makanya Presiden harus cawe-cawe.

Taufiq juga menambahkan bahwa kalau cawe-cawe karan gagal paham sebagai orang jawa masih bisa dibenarkan atau diterima. Tetapi jika cawe-cawe sebagai sebuah kesadaran maka itu berarti tidak mempercayai rakyat Indonesia.

Di akhir masa jabatannya, seharusnya Presiden Jokowi bisa menggunakannya untuk memenuhi janji-janji yang belum dipenuhi. Sehingga menimbulkan kesan yang baik. Hal ini diungkap oleh Wahyudi dalam channel youtube Muhammad Taufiq & Partners Law Firm.

Drs. Wahyudi Almaroky, M.Si., juga menambahkan bahwa, kalau Preside Jokowi mau cawe-cawe maka harusnya dilakukan dengan cara yang lebih baik, lebih smart, agar publik tidak tau dan bukan diceritakan secara terang-terangan.

Terkait dengan ulasan lengkap diskusi rubrik Dialogika yang ditayangkan juga dalam channel youtube.

Tinggalkan Komentar