PONPES AL-ZAYTUN REPRESENTASIKAN ISLAM LIBERAL

Disetrap.com– Belakangan ini Pondok Pesantren Al-Zaytun mencuri perhatian publik. Pondok pesantren yang berlokasi di Indramayu ini, diduga memberikan ajaran yang menyimpang dari agama. Atas persoalan ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil langkah dengan membentuk tim investigasi khusus Pondok Pesantren Al-Zaytun. Bahkan Panji Gumilang selaku pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun mulai dialporkan atas dugaan isu ini.

Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., yang merupakan seorang advokat turut memberikan tanggapannya. Taufiq melihat persolan ini dari 2 sisi yaitu sisi politik dan sisi hukum. Dari sisi politik, persoalan ponpes Al-Zaytun ini tidak bisa dipisahan dari kepentingan rezim. Bahkan beberapa petinggi negar diduga membela Panji Gumilang. Dan menurut Taufiq, ini adalah sebuah skenario yang sudah diciptakan oleh rezim. Ada sebuah kekuatan politik besar yang jelas membakingi Al-Zaytun.

Dari perspektif hukum, Taufiq mengatakan justru lebih sederhana. Menurutnya, hukum itu sesuatu yang bertentangan dengan fakta-fakta hukum positif, itu kejahatan. Dan yang paling mudah pembuktiannya adalah penistaan agama.

“Misalnya dia mengatakan bahwa berhaji tidak perlu ke tanah suci cukup di Indonesia saja, karena dalam Lagu Indonesia Raya ada menyebutkan Indonesia tanah yang suci dan pernyataan-pernyataan lain yang cukup membuktikan bahwa ajaran ini sesat. Itu sudah penghinaan, karena ajaran pergi haji itu bukan ajaran Muhammad SAW tapi ajaran Allah SWT.” Tutur Taufiq yang juga Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia

Penyimpangan lain yang dilakukan ponpes ini yaitu ketika solat idul fitri ada 3 imam dan ada perempuan di depan.

“Padahal ajaran agama kita sudah jelas, shaf laki-laki itu di depan. Jadi dari penyimpangan ini, kalau menggunakan pendekatan hukum atau tauhid itu sudah salah” kata M. Taufiq

Akan tetapi hal ini seperti sengaja dibiarkan karena ingin merepresentasikan islam nusantara.

 “Jadi diciptakannya Al-Zaytun ini sebaga sebuah kesengajaan untuk merepresentasi islam liberal” kata Taufiq

Adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut, maka dapat diancam dengan Pasal 156 A KUHP tentang penistaan atau penodaan agama.

Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Taufiq, Wahyudi Al Waroky, M.Si., mengatakan bahwa kasus ini bukan persoaan hukum tapi persoalan politik.

“Saya mengambil kesimpulan bahwa ini ada peristiwa yang bukan peristiwa hukum tetapi peristiwa yang sangat kental nuansa politik sehingga kekuatan-kekuatan politik itu yang bekerja untuk tidak melakukan proses penegakan hukum”

Sebab menurut Wahyudi, kasus ini tidak perlu lama-lama kalau ingin diselesaikan. Kalau ingin diselesaikan dari sisi hukum sudah bisa diselesaikan dengan Pasal 156 A KUHP.

Berkaitan dengan Pemrov Jabar yang membentuk tim investigasi, Wahyudi menyebutkan bahwa kasus ini tidak bisa ditangani oleh Pemerintah Daerah (Pemda) karena urusan keagamaan adalah urusn yang masih dipegang oleh Pemerintah Pusat.

“sehingga mestinya yang melakukan respon lebih dahulu adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Pusat yang terkait dengan ini adalah Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, Dan Keamanan, dan yang paling bertanggungjawab adalah Presiden.” Kata Wahyudi dalam channel youtube Muhammad Taufiq & Partners Law Firm

“Kalau Pemda memang tidak punya kewenangan, jadi kalo Pemda Jabar yang bergerak, jatuhnya hanya rekomendasi atau semacam telaah dan bukan putusan” tambah Wahyudi

Tidak hanya itu, menurut Wahyudi Pemerintah Pusat tidak punya political will untuk menyelesaikan persoalan ini,

“Kalau saja ini menjadi konsen Pemerintah Pusat, saya pikir tidak begitu lama karena Pemerintah Pusat bisa menggandeng Menteri Dalam Negeri Menteri Agama, Menteri Agama untuk menutup pondok pesantren ini” ucap Wahyudi

Masyarakat yang tidak setuju dengan pndok pesantren ini dan melakukan demo, seharusnya jangan mendatangi pondok pesantren itu, tetapi datang ke kementrian agama, ke istana.

“Bagi masyarakat, juga tidak tepat aksi mendatangai pesantren. Jadi salah alamat gitu. Karena tau ini adalah masalah Pemerintah Pusat dan tanggung jawab Pemerintah Pusat bukan Pemerintah Daerah, maka kalau mau demo, mau aksi datang ke Kementrian Agama, ke Istana, tuntut itu penistaan agama” pungkas Wahyudi

Tinggalkan Komentar