Disetrap.com- (25/09/2023) Dosen Fakultas Hukum, Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang, Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., akhirnya mengajukan gugatan sederhana (Small Claim Court) kepada PT Medikaloka Solo (RS Hermina Surakarta). Persoalan ini bermula ketika Taufiq yang merupakan salah satu pengguna BPJS ingin mendapatkan jatah kacamata secara gratis sebagaimana menjadi haknya (30/08/2023).
Sejak 24 Agustus 2023 hingga tanggal 30 Agustus 2023 Taufiq telah mengikuti persyaratan dan prosedur sesuai ketentuan dari BPJS kesehatan mulai dari faskes tingkat pertama hingga tahap akhir. Namun, hasilnya nihil, pasalnya kacamata yang mejadi hak Taufiq justru tidak tercover oleh BPJS Kesehatan dengan alasan “Kacamata baca tidak ditanggung BPJS Kesehatan”.
Pada faktanya, Dosen FH UNISSULA tersebut mengalami kelaian refraksi + (plus) sehingga tidak bisa membaca dalam keadaan normal tanpa kacamata.
“Apakah dalam hal ini kondisi mata daripada Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., selaku Penggugat haruslah benar-benar rusak atau sampai tidak bisa melihat barulah mendapatkan kacamata?” tulis Taufiq dalam gugatannya.
“Sangat lah tidak masuk akal, apakah seorang yang membutuhkan bantuan kacamata haruslah benar-benar tidak bisa melihat sehingga ia barulah mendapatkan cover bantuan kacamata BPJS Kesehatan” tegas Taufiq dalam gugatannya.
Berdasarkan peraturan BPJS, Pasal 3 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020 tentang Prosedur Penjaminan Pelayanan Refraksi dan Kacamata Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dalam Program Jaminan Kesehatan, tidak ada pengecualian dalam indikasi medis yang ditemukan dalam Pelayanan Refraksi dan penetapan koreksi sampai diberikannya kacamata sesuai dengan indikasi medis yang didapatkan
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dr. Heru Prasetyo Sp.M, menunjukkan bahwa Taufiq didagnosa mengalami kondisi Pro Popin quaitat (plus) tanpa mengalami kondisi Pro Longin quaitat (minus), sehingga menurut pihak RS Hermina, Taufiq merupakan pasien yang harus diberikan resep kacamata baca atau bifocus sehingga tidak dicover BPJS Kesehatan. Dalam gugatannya, Taufiq menyebut bahwa alasan “kacamata baca” tidak bisa ditanggung BPJS tersebut terkesan mengada-ada.
“Ini seperti mengada ngada, mata saya ini butuh kacamata karna saya plus, jadi kalau baca butuh kacamata. Malah hasilnya kacamata baca tidak ditanggung BPJS.”
Atas dasar itulah, RS Hermina diduga telah melanggar Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), seperti yang disebutkan Taufiq dalam gugatannya.
Sebelumnya, Taufiq sudah mengirimkan somasi kepada RS Hermina, akan tetapi tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Sehingga Taufiq mengambil langkah untuk menggugat RS Hermina.
Akibat perbuatan RS Hermina Surakarta, Taufiq mengalami kerugian secara materiil maupun immateriil. Dengan total kerugian materiil mencapai Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan kerugiaan immateriil sebesar Rp 100.000.000,00 yang mana mencakup kerugian yang timbul karena Taufiq tidak dapat melakukan aktivitas sebagai praktisi hukum, ahli hukum dalam persidangan, dosen/akademisi, serta kerugian waktu.
Adanya gugatan yang dilayangkan Dosen sekaligus Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia tersebut, tentu akan menyita perhatian masyarakat dan menimbulkan pertanyaan penting terkait akses pelayanan kesehatan, pemahaman tentang hak-hak peserta BPJS Kesehatan, serta penegakan aturan dalam jaminan kesehatan publik.
Taufiq selaku Penggugat, menuntut agar Pengadilan Surakarta mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; menyatakan tergugat dalam hal ini pihak RS Hermina telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum; serta menghukum Tergugat membayar ganti kerugian materiil maupun imateriil.
Dalam gugatan tersebut, Taufiq juga melampirkan bukti surat berupa Surat Rujukan ke RS Hermina, surat hasil diagnosa dr. Heru Prasetyo Sp. M. dan bukti percakapan Whatsapp antara Penggugat dan Tergugat.
Gugatan yang diajukan Taufiq ini mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung nomor 4 Tahun 2019. Pengadilan Negeri Surakarta dipercayakan untuk mengambil peran penting dalam menentukan hasil akhir perselisihan ini sesuai dengan hukum yang berlaku.
Suatu keputusan kontroversial telah diambil dalam sebuah perkara yang telah mencuri perhatian dunia hukum. Kasus ini melibatkan Penggugat yang dengan tegas memohon kepada Pengadilan untuk memberikan putusan yang memungkinkan pelaksanaannya lebih dahulu, bahkan jika terdapat upaya hukum keberatan (Uitvoerbaar bij Voorraad).
Lebih lanjut, mengenai permohonan penggugat yang ditujukan kepada Pengadilan untuk memutus serta menghukum para Tergugat agar membayar seluruh biaya yang muncul sepanjang proses perkara ini, berdasarkan surat gugatan dan bukti surat yang telah diajukan oleh Penggugat. Dengan ini harapannya adanya keputusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan nantinya, dapat memunculkan perspektif bahwa Pengadilan berkomitmen untuk menjamin keterlaksanaan hukum dengan segera, serta menegakkan prinsip bahwa biaya yang terkait dengan tindakan hukum harus ditanggung oleh pihak yang kalah dalam perkara.
Dalam sebuah langkah yang mempertegas prinsip keadilan dan kecepatan dalam sistem peradilan, Pengadilan telah memicu perdebatan intens tentang kebijakan hukum yang mendalam. Kasus ini, menjadi sorotan di kalangan ahli hukum dan masyarakat luas, mengingatkan kita akan pentingnya akses cepat terhadap keadilan dan pertimbangan yang hati-hati dalam menentukan siapa yang bertanggung jawab atas biaya hukum.
Kini, penggugat dan tergugat tengah bersitegang menantikan putusan akhir dari Pengadilan Negeri Surakarta. Publik pun menantikan bagaimana perkembangan lebih lanjut dari perselisihan hukum yang memunculkan begitu banyak tanda tanya ini.