FILM “KIBLAT” DIDUGA MENGANDUNG UNSUR PENISTAAN AGAMA?

Besutan film “Kiblat” produksi karya Leo Pictures dinilai MUI telah menyimpang dengan ajaran-ajaran agama Islam karena judul dan posternya yang provokatif. Pasalnya, film tersebut menceritakan perjalanan spiritual seorang santri perempuan yang mengagumi pemimpin padepokan sakti di Kampung Bumi Suwung bernama Abah Mulya. Alur cerita berubah ketika Mulya meninggal sehingga memunculkan kejutan sebuah fakta ternyata Abah Mulya merupakan ayah kandung Ainun. Untuk mengenal lebih dekat tentang Abah Mulya, Ainun mengunjungi padepokan sakti tersebut dan menemukan hal yang ganjal seperti tidak pernah adanya orang yang azan dan sholat. Mengetahui fakta tersebut membuat Ainun terkejut bahwa ayahnya selama ini merupakan seorang yang mengajarkan kesesatan yang menjauhkannya dari kiblat. Adapun film ini mencoba untuk memberikan pandangan sesat terhadap ajaran agama islam dalam menunaikan shalat.

Dilihat dari poster film ini menunjukkan gerakan rukuk dalam sholat yang berbeda dari biasanya yaitu rukuk menghadap belakang. Dalam Islam rukuk seharusnya menghadap kiblat kedepan bukan kebelakang selain itu Poster yang dikeluarkan menyeramkan yang tidak menggambarkan ketidak etisan bagi agama islam. Saat beberapa adegan salat pun jadi ikut-ikutan seram karena dijadikan tema film horor, padahal seharusnya shalat adalah proses ibadah yang didalamnya pasti dilakukan dengan hati yang tenang bukan sesuatu yang menyeramkan sehingga membuat hati menjadi gelisah, namun di dalam film “kiblat” digambarkan dengan adegan-adegan yang menggambarkan seolah-olah shalat adalah sesuatu yang menyeramkan. Film produksi Leo Pictures yang digarap oleh sutradara Bobby Prasetyo seharusnya menjadi pelajaran bagi industri aktif perfilman. Melalui unsur agama dalam cerita horor yang disajikan film “kiblat” justru menimbulkan sensitifitas masyarakat di luar sana. Menurut Presiden Ahli Pidana Indonesia Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., kesalahan fatal bagi jajaran pembuat film “kiblat” yaitu dalam cerita tersebut Salat dalam posisi terbalik dan badannya justru menjadi sakit jadi seolah-olah seperti orang disiksa. Yang sudah dijelaskan poster tersebut menggambarkan seorang perempuan yang sedang salat, namun wajahnya yang menyeramkan tampak menghadap posisi rukuk yang berlawanan. Dengan begitu produser telah melakukan penistaan agama yang menimbulkan kekaburan pemaknaan unsur dalam film ini. Secara yuridis, isu penistaan agama yang terkandung dalam film ini dapat dilakukan penuntutan secara pidana karena telah melakukan penistaan agama berdasarkan undang-undang berikut : 1. Pasal 156A KUHP paragraf 3 Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. berdasarkan pasal diatas produser kebencian dan penghinaan terhadap suatu golongan, golongan rakyat indonesia disini dimaksudkan adalah golongan muslim sehingga apa yang dilakukan oleh prosedur telah memunuhi unsur dalam pasal 156A KUHP sehingga bisa dikenakan pidana empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 2. Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Dalam hal ini judul dan poster menimbulkan penyesatan terhadap agama islam sehingga menimbulkan masyarakat menganggap buruk ajaran islam, sementara pada kenyataan nya agama islam tidak ada tidak mengajarkan keburukan sehingga produser menyebarkan berita bohong akan agama islam dapat disimpulkan bahwa produser memenuhi unsur didalam pasal 28 ayat (1) UU ITE 3. Pasal 45 UU ITE Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1. 000.000. 000,00 (satu miliar rupiah).

Taufiq juga menuturkan jika film “Kiblat” tersebut tidak hanya dilarang tayang tetapi harus ditarik dan tidak boleh ditayangkan karena menyesatkan. Taufiq ingin masyarakat menolak, jadi jika MUI awalnya melarang tayang kalau kemudian mereka meminta mengklarifikasi dan mengedit menurut Taufiq sudah tidak tepat karena tema utama film tersebut itu tentang Shalat karena judulnya saja “Kiblat”, padahal banyak orang mualaf sekalipun yang tidak pernah Shalat ketika Shalat jadi merasa tenang dan menjadi lebih baik, bukan malah orang Shalat dihantui perasaan takut karena justru bacaan-bacaan shalat membuat setan takut.

Dalam video tiktok @mtplf_ Taufiq menegaskan agar menolak keras film tersebut beredar artinya “film ini harus dicabut, kalaupun bisnis itu risiko rugi karena yang main di film tersebut adalah orang-orang yang tentu sangat paham agama seperti Ria Ricis” ujar Taufiq dalam video tiktok tersebut.

Tinggalkan Komentar