DISETRAP

Pusat Informasi Hukum

RUU HALUAN IDEOLOGI PANCASILA, POTENSI MENGUBAH PANCASILA DAN MENGUSIR KONSTITUSI?

Foto; Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H

Islamic Lawyers Forum (ILF)

DPR RI menyetujui pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna tanggal 12 Mei 2020.

Pembahasan RUU HIP tersebut menuai kritik dari sejumlah pihak, salah satunya terkait dengan tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/ Marxisme-Leninisme dan Pasal 107 huruf a KUHP sebagai rujukan atau konsideran Menimbang dalam RUU tersebut

Sejumlah anggota fraksi khawatir terhadap bahaya komunisme dan dikembalikannya nilai-nilai Orde Lama apabila TAP MPRS dan Pasal 107 huruf a KUHP tersebut tidak dicantumkan dalam RUU HIP.

Banyak pihak yang khawatir terhadap misi dan narasi yang disusun dalam RUU HIP tersebut, oleh karenanya RUU HIP perlu mendapat perhatian dan kewaspadaan dari seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, supaya Pancasila tidak menjadi tunggangan dari ideologi lain.

Mengenai kritik terhadap ketentuan Pasal 7 ayat (2) RUU HIP

 “Pancasila semestinya dijadikan panutan dalam menyusun RUU HIP justru tidak disajikan secara utuh, dalam hal ini bertentangan dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang memuat Panca Sila dan bukan Tri Sila maupun Eka Sila”. Ujar Muhammad Taufiq salah satu pembicara dalam Islamic Lawyer Forum (14/06/2020).

Masing-masing sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, artinya tidak dapat dan tidak boleh disajikan secara tidak utuh menjadi Tri Sila atau Eka Sila saja. Hal tersebut dapat menghancurkan kesepakatan luhur dalam berbangsa dan bernegara.

Pasal 7 ayat (2) RUU HIP mengensankan bahwa Pancasila hanya terdiri dari 3 (tiga) sila;

Selain itu, dalam pasal tersebut digunakan frasa Ketuhanan Yang Berkebudayaan, yang mana semestinya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, hal tersebut bertentangan dengan hokum positif.

Selain itu, kritik terhadap RUU HIP juga dilayangkan terhadap rencana pembentukan kementerian/ badan kependudukan dan keluarga nasional dalam rangka pelaksanaan Haluan Ideologi Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat (2) RUU HIP, yang mana hal tersebut dianggap bukan merupakan solusi yang tepat.

“Telah ada BPIP yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden, bertugas membantu Presiden merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, BPIP semestinya diperkuat dan bukan membentuk kementerian/ badan baru di tengah semangat efisiensi yang disuarakan Presiden” tutur ahli pidana dalam webinar tersebut.

Tinggalkan Komentar