Kuota Haji Nganggur Dikala Isu Dana Haji Dipakai Untuk Infrastruktur

JAKARTA – Setiap tahunnya kuota haji Indonesia tidak bisa terserap setiap tahunnya. Padahal warga yang ingin menunaikan ibadah haji harus menunggu hingga belasan tahun agar bisa terlaksana.

Isu adanya kuota haji yang nganggur ini muncul saat Rapat Kerja rombongan anggota DPR RI dengan Menteri Agama dan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Retaz Hotel, Mekah.

Berdasarkan data dari Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh, slot ‘nganggur’ haji pada tahun 2016 mencapai 759 kuota, tahun 2017 ada 935 kuota, tahun 2018 ada 648 kuota dan pada tahun 2019 mencapai 524 kuota tak terpakai. Dari 520 tersebut merupakan kuota haji reguler dan 4 di antaranya haji khusus.

Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, angkat 524 tersebut termasuk kecil jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kementerian Agama menerapkan kuota cadangan 5% berdasarkan proporsi masing-masing propinsi untuk mengatasi adanya jemaah yang tidak jadi berangkat, lantaran alasan meninggal dunia, sakit dan lainnya.

Pada 10 April Indonesia menerima informasi tambahan 10 ribu kuota dibagi menjadi 5 ribu untuk lansia dan 5 ribu lainnya berdasarkan urutan, yang sebagian besar diserap oleh cadangan ini. Di sisi lain, tahap akhir pelunasan biaya haji jatuh pada 10 Mei, sebulan setelah mendapat kepastian tambahan 10 ribu kuota. Jadi jika calon jemaah belum melunasi biaya haji maka dia tidak masuk kategori cadangan.

Dalam prosesnya, menjelang 10 Mei, diantara cadangan yang sudah memenuhi persyaratan, cukup banyak yang membatalkan diri. Alasan pembatalannya bermacam-macam seperti meninggal, sakit, ada urusan kantor, atau belum siap pergi haji tahun ini.

“Dan ini sesuatu yang bukan tidak bisa digunakan, tetapi memang kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk digantikan untuk diisi yang lain, karena batas akhir pelunasan sudah ditutup. Karena yang hanya boleh masuk kategori cadangan, dia itu harus sudah lunas. Ini sebenarnya dampak dari tambahan 10 ribu yang terlalu mepet, kalau tahun-tahun sebelumnya tambahan 10 ribunya itu di awal jadi kita bisa lebih panjang, tapi kalau hanya satu bulan dan ini harus dibagi ke 34 provinsi, agak sulit,” ucap Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dikutip dari detikcom.

Dikala adanya kabar mengenai kuota haji ‘nganggur’, isu tentang penggunaan dana haji untuk pembiayaan infrastruktur masih hangat bagi kita.

Baca Juga: Haji Dan Bayang-Bayang Utang Infrastruktur

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) merupakan satu-satunya lembaga pengelola keuangan haji yang ditunjuk oleh undang-undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014. Per April 2019, total BPKH mengelola dana haji sebesar Rp. 115 triliun atau naik Rp. 10 triliun dalam setahun.

Anggito Abimanyu selaku Kepala Badan Pelaksana BPKH menjelaskan dalam penempatan dana haji, BPKH harus senantiasa mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Begitu pun dengan investasi di surat berharga. Investasi surat berharga tersebut dilakukan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau biasa disebut dengan Sukuk.

Sebelum BPKH berdiri, telah ada investasi dalam bentuk Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Pada tahun 2017 investasi tersebut mencapai Rp. 36 Triliun. Dalam tiga tahun berturut-turut investasi telah jatuh tempo dan tersisa sekitar Rp. 18 Triliun – Rp. 20 Triliun di tahun 2019.

Anggito Abimanyu dalam pernyataannya yang dikutip dari detikFinance mengatakan, “Jadi underlying-nya atau jaminannya adalah proyek, proyek pemerintah. Tapi akadnya ijarah, kayak kita sewa menyewa saja. Selama masa periode tersebut uangnya dipakai oleh pemerintah untuk membiayai proyek, setelah jatuh tempo dikembalikan seluruhnya, plus namanya imbal hasil. Itu setiap tahun imbal hasilnya bergantung pada akadnya.”

Namun dalam kesempatan lain Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menegaskan bahwa tidak ada dana kelolaan haji yang digunakan untuk investasi langsung pada proyek infrastruktur. Anggota BPKH Bidang Investasi Beny Witjaksono mengatakan hampir 100 persen dana investasi disalurkan kepada surat berharga pemerintah dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Dikutip dari CNN Indonesia (20/6), Beny Witjaksono menuturkan bahwa BPKH hanya mencatat satu jenis investasi selain ke surat berharga, yakni investasi ke Bank Muamalat melalui Kementerian Agama. Investasi tersebut sudah dilakukan sebelum BPKH terbentuk pada tahun 2017. Tidak ada penyaluran dana haji yang diperuntukkan pada infrastruktur secara langsung.

Tidak adanya kesamaan pernyataan antara Kepala BKPH dan anggotanya menimbulkan pertanyaan bagi publik. Hal tersebut memancing rasa ingin tahu publik akan transparansi penggunaan dana haji. Terlebih dana tersebut merupakan dana umat yang seharusnya digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan haji. Seperti apakah pengelolaan dana haji yang sebenarnya? (hw)

Tinggalkan Komentar